PURWOKERTO-Tahun 2021, Pemkab Banyumas hanya mengusulkan 18 rancangan peraturan daerah (Raperda) dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) Banyumas kepada Kementerian Hukum dan Hak Azazi Manusia (Kemenkum HAM).
Pengetatan usulan Propemda oleh Kemenkum HAM ini dilaksanakan untuk mengindari pembuatan perda yang tidak efektif maupun tumpang tindih aturan.
“Hasil konsultasi dengan perwakilan Kemenkum HAM wilayah Jateng di Semarang, untuk menyusun raperda sebelum ditetapkan di paripurna, sekarang harus dikonsultasikan dulu. Jika sudah disetujui oleh Kemenkum HAM dan Biro Hukum provinsi, baru bisa ditindaklanjuti tahapan dan presedurnya,” kata Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Banyums, Anang Agus Kostrad, Jumat (27/11/2020).
Prosedur dan tahapannya, jelas dia, usulan ditetapkan di paripurna, raperda harus dilengkapi naskah akademik, kemudian masuk dalam penetapan badan musyawarah DPRD untuk masuk dalam agenda masa sidang, dibentuk pansus hingga persetujuan bersama bupati dan DPRD.
(Baca Juga : Kebutuhan Hutan Kota Disesuaikan RTRW )
Namun karena ada pengetatan dalam pengusulan penyusunan propemperda, kata dia, untuk tahun 2021, yang akan dibahas jumlahnya lebih sedikit. Untuk usulan dari DPRD melalui raperda prakarsa atau inisiatif, katanya, hanya enam. Untuk usulan baru, Kemenkumham dan Biro Hukum Setda Provinsi Jawa Tengah hanya merekomendasikan satu usulan raperda, yakni terkait ketahanan pangan dan gizi.
“Sedangkan lima lagi adalah luncuran tahun 20220 yang belum selesai tahun ini. Yakni Raperda Pengelolaan Perparkiran, Pemberdayaan Desa Wisata, Ekonomi Kreatif, Irigasi dan Kebudayaan,” terangnya.
Usulan dari Eksekutif
Sedangkan untuk usulan dari eksekutif, kata dia, ada 12 raperda. Terdiri, 11 raperda baru dan satu luncuran tahun ini. Raperda baru itu pun, katanya, sebagian juga raperda rutin taunan, seperti KUA-PPAS, RAPBD induk dan perubahan dan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Diluar, sebagian juga terkait penyesuaian perubahan-perubahan perda sebelumnya.
“Pemerintah sekarang mengetatkan usulan-usulan pembuatan Perda baru di daerah, karena hasil evaluasi banyak perda-perda yang dinilai tidak efektif, bahkan tidak bisa diterapkan. Dan sekarang juga sudah ada UU Omnibus Law,” kata wakil rakyat dari Fraksi PDI-P ini.
Menurutnya, bapemperda dan bagian hukum dalam menyusun propemperda sekarang diutamakan untuk belanja ide-ide dulu. Kemudian dikonsultasikan dulu untuk dilakukan sinkronisasi. Jika dari Kemenkumham dan Biro Hukum Steda provinsi memberikan persetujuan, maka daerah baru bisa memulai menjalankan
tahapan penyusunan.
“Kalau sebelumnya raperda yang mau diusulkan kalau sudah masuk dalam penetapan bersama, diusunan naskah akademik dan draf perda, kemudian membentuk pansus dan seterusnya. Sekarang dibalik. Disetujui dulu, baru disiapkan tahapanya,” jelasnya.
Meski demikian, kata dia, bukan berarti daerah tidak boleh membuat perda. Perda yang dibuat yang dinilai Menjadi kebutuhan mendesak dan sudah melewati tahapan sinkronisasi dan lolos penilaian dari Kemenkum HAM dan Biro Hukum provinsi.(aw-3)