TAK ada yang tahu jalan hidup seseorang akan menjadi apa dan bagaimana. Begitupun Lay Tek Kim yang telah menjalani profesi merias jenazah di wilayah Banyumas dan kota lainnya selama 21 tahun ini. Siang malam ia siap sedia dipanggil dan datang ketika orang lain membutuhkan jasanya. .
“Jadi sejak Kelas I SMP sudah ada bakat untuk berdandan dan merias. Tapi setelah besar (dewasa), tidak ada modal untuk mengembangkan salon,” jelas Lay Tek Kim (57) warga Karanggintung, Kecamatan Sumbang, Banyumas mengawali pembicaraan tentang profesinya sebagai perias jenazah. Ia berterus terang sebagai seorang wadam, seorang lelaki berjiwa perempuan punya bakat merias sejak kecil.
Ci Tek Kim begitu panggilan akrabnya, mengaku telah 21 tahun menjalani profesi yang jarang orang lain bayangkan dan ketahui. Sebelum menjalani profesi ini, ia sering mendapat panggilan untuk membantu pemasaran hingga demo produk kosmetik baru di berbagai tempat termasuk supermarket di Purwokerto dan lainnya. Namun persaingan jasa kosmetik dan salon semakin sengit hingga akhirnya ia terjun ke profesi langka ini.
“21 tahun yang lalu saya bermain ke Gedung (Rumah Duka) Adiguna Purwokerto. Saya lihat pertama, orang ‘gak ada’ kok lain dengan orang hidup ya. Awalnya di dalam hati ada rasa miris juga, karena dia bukan keluarga kita. Tapi lama kelamaan rasa miris, takut itu hilang juga,” katanya sebelum kemudian mendapatkan jasa merias jenazah untuk pertama kali hingga sekarang ini.
Tak hanya jenazah perempuan, ia juga turut merias jenazah lelaki. Ia melayani jasa rias jenazah ini sesuai dengan permintaan keluarga jenazah. Sebisa mungkin, Ci Tek Kim melayani permintaan pihak keluarga untuk merias jenazah sebaik mungkin.
“Misalnya ada permintaan keluarga, untuk riasnya jangan terlalu mencolok, soft saja. Terkadang saya juga harus memperbaiki rias jenazah yang datang dari luar kota. Misalnya jenazah yang riasannya terlalu mencolok karena sebelumnya sudah mendapatkan riasan. Jadi saya mendapatkan permintaan keluarga untuk memperbaiki riasannya,” kata Ci Tek Kim kelahiran Klaten, 31 Oktober 1963 ini.
Selama menjalani profesi langka ini ia mengaku banyak mendapatkan pengalaman. Misalnya sebelum mendapatkan panggilan jasa merias ini, beberapa hari sebelumnya ia mendapatkan mimpi bekerja merias. Selain itu, ia pernah mendapati jenazah yang memuncratkan sedikit darah usai ia rampung merias. Ada juga jenazah yang mengeluarkan air mata entah sebab apa.
“Pernah juga saat saya menghadapi dilema yang membuat serba salah. Ketika saya sedang melakukan ritual larung abu jenazah di Cilacap, tiba-tiba ada panggilan untuk merias di Purwokerto dan minta segera. Akhirnya saya datang agak terlambat dan melihat riasnya seadanya, tapi mau bagaimana lagi. Intinya soal waktu jadi kendala, apalagi saya sadar saya juga sudah mulai tua,” kisahnya.
Rumus Merias Jenasah
Untuk merias jenazah ini, paling tidak dia membutuhkan waktu sekitar seperempat jam saja. Namun sebelum merias jenazah, ia akan mengajak kepada keluarga jenazah untuk meminta ijin sekaligus berdoa. Hal ini penting sebagai bagian etika dalam merawat jenazah ataupun merias jenazah
“Kalau untuk waktu sebenarnya tak perlu lama-lama. Seperempat jam saja cukup. Yang penting rumusnya adalah bagaimana merias agar orang mati itu bisa terlihat hidup dan seger,” kata orang pertama di Banyumas yang menjadi tekun menjalani profesi langka ini.
Untuk kosmetik untuk merias jenazah sama saja dengan kosmetik dengan orang hidup. Keluarga jenazahpun biasanya akan menyerahkan sepenuhnya ‘ubo rampe’ rias kepadanya. Ia sebisa mungkin untuk memenuhi permintaan dari pihak keluarga.
“Misalnya ada yang minta agar rambut jenazah putih menjadi hitam seperti pada foto jenazah sewaktu hidup, maka saya menyemirnya. Saya juga melayani potong rambut dan sebagainya juga,” ujarnya.
Adapun ia juga menghadapi kesulitan ketika menghadapi jenazah yang telah meninggal dalam waktu cukup lama misal sudah tiga hari, sakit keras atau kecelakaan. Maka ia harus pandai-pandai merias mayat tersebut. Ia belajar secara otodidak dari rekan medis di rumah sakit yang biasa menjadi satu tim perawatan jenazah.
“Misalnya ada jenazah yang di bagian hidungnya ada bekas selang sewaktu sakit, maka kita tutup dengan foundation. Atau yang mulutnya menganga maka kita upayakan agar bisa menutup dan sebagainya. Tetapi kalau yang sudah meninggal agak lama dan kulitnya sudah menghitam, memang saya tak bisa berbuat banyak,” katanya.
Butuh Kesabaran
Begitupun dengan jenazah yang sudah ada yang mengawetkan dengan formalin, maka butuh kesabaran yang ekstra. Karena kondisi kulitnya sudah agak mengeras dan sebagainya. Meski demikian ia terus berusaha agar sebaik mungkin memperlakukan jenazah dan keluarganya.
“Jadi wajah orang meninggal itu berbagai macam. Apapun harus kita perlakukan dengan baik. Apalagi tak semua mau dan mampu merias jenazah,” jelasnya perias jenasah yang pernah sehari merias empat jenazah sekaligus.
Ditanya soal tarif merias jenazah, Ci Tek Kim menegaskan tak mengenakan tarif resmi kepada keluarga jenazah. Apalagi ia memahami tak semua orang berasal dari keluarga berpunya. Ia tak mau membebani pihak keluarga jenazah, bahkan pernah ia juga memberikan layanan gratis kepada jenazah itu.
“Misalkan untuk keperluan pemakaman atau penghormatan leluhur tidak perlu sesaji yang mencapai jutaan. Cukup dengan Rp 200 sampai Rp 300 ribu saja misalnya sudah cukup. Yang penting adalah pantas sebagai bagian penghormatan dan ujud bakti kepada leluhur kita. Jadi jangan sampai membebani bagi keluarga,” katanya.
Biasanya ia mendapatkan panggilan kerja dari mitranya Toko Rina Florist Purwokerto yang sejak ia memulai profesinya. Toko bunga milik Rinto Gunawan alias Popo yang sudah dibilang telah menjadi event organizer pemakaman ini telah dianggapnya sebagai keluarga.
“Jadi saya ga mencari untung di sini dan sebaliknya, kita saling membutuhkan. Di sini saya menjadi bagian dari tim mereka. Ada yang memandikan, merawat, menyiapkan pemakaman, memakamkan. Jadi di sini pun berbagai ubo rampe pemakaman disiapkan,” kata Ci Tek Kim.
Selain merias jenasah, tak jarang juga Ci Tek Kim diminta keluarga untuk melakukan ritual doa secara adat tradisi Tiong Hoa hingga melarung abu jenasah. Kemampuanya menjalankan ritual dan adat pemakaman dan penghormatan terhadap leluhur secara Tiong Hoa ini didapatkan dari sang kakek.
“Kebetulan kakek saya itu adalah Tokong, kalau di Islam ya bisa dibilang lebe, modin atau kayim. Jadi saya ini bekerja untuk lintas agama, bisa Batak, Kristen, Jawa, Katolik, Budha dan sebagainya,” ungkapnya.
Ia meyakini segala profesi harus dijalani dengan baik dan menjadi bagian dari dharma selama hidup. Ia juga berkeyakinan profesinya adalah bagian dari pengamalan dari pelayanan terhadap umat manusia selama hidup hingga meninggal dunia.
“Sebagaimana ajaran yang berbunyi ‘layanilah dengan susila ketika semasa hidup’. Hormatilah orang tua karena ia adalah wakil Allah di dunia. Inipun selalu kami tekankan kepada keluarga jenasah, agar selalu terus menghormati dan berbakti kepada leluhur,” tandasnya.
Setia Pada Profesi
Di usianya yang sudah tak terbilang muda, Ci Tek Kim terus menjalani profesinya ini dengan setia. Tinggal di desa pinggiran kota Purwokerto, ia selama 24 jam menerima panggilan untuk merias jenasah di nomor HP 081548846058. Untuk mencapai Purwokerto, ia biasa mengenakan motor bebek tuanya Honda Karisma R 5089 CE.
“Saya turut bekerja karena saya hidup bersama satu orang anak dan dua cucu. Ya, anak angkat, karena saya tidak menikah. Anak saya Islam, sholat dan sebagainya. Yang penting usaha, halal,” katanya dengan mata agak berkaca-kaca.
Sejak adanya pandemi Covid-19, panggilan jasanya cukup diakui menurun. April 2020 lalu ia juga divonis menderita batu ginjal sehingga harus menjalani perawatan hingga menginap satu bulan di rumah sakit. Akibatnya ia tak dapat menjalankan profesinya tersebut hingga akhir 2020 silam.
“Sampai sekarangpun saya masih harus periksa dan kontrol. Tapi sekarang saya sudah sehat dan sudah mulai beraktivitas lagi. Saya yakin Alloh mengatur semuanya untuk kebaikan kita. Semua akan baik pada waktunya nanti termasuk soal rejeki,” katanya yang mengaku sudah ada lagi orang lain yang mulai menekuni profesi serupa. (Susanto-)