DI Banyumas, ada dua masjid dengan tiang saka yang unik, yaitu Masjid Saka Tunggal di Cikakak, Kecamatan Wangon dan satu lagi di Desa Legok, Kecamatan Pekuncen. Konon keduanya merupakan cikal bakal peninggalan masa penyebaran agama Islam di wilayah ini. Masjid ini dijadikan sebagai pusat dakwah dan penyebaran Islam di Banyumas oleh Kyai Mustolih.
Masjid Saka Tunggal di Desa Cikakak adalah yang paling populer. Masjid ini merupakan bangunan cagar budaya yang diyakini sebagai salah satu masjid tertua di Indonesia. Lokasinya terletak di jalan Raya Wangon, sekitar 4 kilometer dari Dreamland Park Pancasan Ajibarang. Papan penunjuk arah memang masih minim, tapi pengunjung bisa bertanya kepada penduduk sekitar.
Kepopuleran masjid ini karena adanya ratusan kera ekor panjang yang datang menyambut ketika berkunjung, mirip kawasan Bedugul di Pulau Dewata. Mereka datang dari arah hutan di pemakaman kuno sebelah barat masjid bercat hijau ini. Kera itu dipercaya sebagai penunggu area peninggalan Kyai Mustolih.
DI Banyumas, ada dua masjid dengan tiang saka yang unik, yaitu Masjid Saka Tunggal di Cikakak, Kecamatan Wangon dan satu lagi di Desa Legok, Kecamatan Pekuncen. Konon keduanya merupakan cikal bakal peninggalan masa penyebaran agama Islam di wilayah ini. Masjid ini dijadikan sebagai pusat dakwah dan penyebaran Islam di Banyumas oleh Kyai Mustolih.
Masjid Saka Tunggal di Desa Cikakak adalah yang paling populer. Masjid ini merupakan bangunan cagar budaya yang diyakini sebagai salah satu masjid tertua di Indonesia. Lokasinya terletak di jalan Raya Wangon, sekitar 4 kilometer dari Dreamland Park Pancasan Ajibarang. Papan penunjuk arah memang masih minim, tapi pengunjung bisa bertanya kepada penduduk sekitar.
Kepopuleran masjid ini karena adanya ratusan kera ekor panjang yang datang menyambut ketika berkunjung, mirip kawasan Bedugul di Pulau Dewata. Mereka datang dari arah hutan di pemakaman kuno sebelah barat masjid bercat hijau ini. Kera itu dipercaya sebagai penunggu area peninggalan Kyai Mustolih.
Jika lupa tidak membawa makanan untuk kera, pengunjung bisa membeli kacang dan beberapa biji-bijian seperti jagung yang disediakan oleh pemilik warung yang berjajar di sepanjang lokasi. Kera-kera liar tersebut dengan suka hati menunggu makanan dari pengunjung.
Sang juru kunci, Subagyo, pun siap memandu pengunjung yang datang. Kabarnya, penamaan saka tunggal pada masjid tersebut mengacu pada tiang masjid yang hanya berjumlah satu buah. Hingga kini tiang kayu berwarna hijau dan dipenuhi ukiran itu masih berdiri kokoh di ruang tengah masjid tersebut.
Sementara di bagian luar dilindungi dengan kaca untuk menjaga keasliannya.
Ornamen-ornamen ukiran kaligrafi juga menghiasi beberapa sudut ruangan di dalam masjid. Di bagian atas tiang masjid ini ada bentuk menyerupai totem 4 sayap. Mayarakat setempat meyakini empat sayap itu menjadi makna atau simbol dari falsafah Jawa “Papat Kiblat Lima Pancer”. Untuk artinya bisa ditanyakan kepada juru kunci.
Pada ukiran yang ada di dalam Masjid Saka Tunggal, diketahui masjid itu berdiri pada tahun 1288 Masehi. Sebelum adanya kerajaan Majapahit ataupun Walisongo dan sejak masa itu bangunan utama bagian dalam masjid tersebut tidak mengalami perubahan.
Pada hari pasaran tertentu, seperti Rabu atau Jumat banyak peziarah yang berkunjung. Mereka juga memberi makan kera-kera yang berdiam di sekitar hutan.
Selain itu, Pemkab Banyumas juga menggelar Festival Rewandha Bojana setiap Oktober. Atraksi utama festival ini adalah pawai gunungan buah dan memberi makan kera.
Keunikan lainnya, masyarakat sekitar masjid Saka Tunggal sebagian besar merupakan pengikut Aboge. Mereka memiliki perhitungan sendiri dalam penetapan 1 Syawal dan dalam pelaksaan sholat Idul Fitri di Masjid ini khutbah disampaikan dalam bahasa Arab tanpa pengeras suara dan usai pelaksanaan ibadah Idul Fitri tersebut. [NS]
Jika lupa tidak membawa makanan untuk kera, pengunjung bisa membeli kacang dan beberapa biji-bijian seperti jagung yang disediakan oleh pemilik warung yang berjajar di sepanjang lokasi. Kera-kera liar tersebut dengan suka hati menunggu makanan dari pengunjung.
Sang juru kunci, Subagyo, pun siap memandu pengunjung yang datang. Kabarnya, penamaan saka tunggal pada masjid tersebut mengacu pada tiang masjid yang hanya berjumlah satu buah. Hingga kini tiang kayu berwarna hijau dan dipenuhi ukiran itu masih berdiri kokoh di ruang tengah masjid tersebut.
Sementara di bagian luar dilindungi dengan kaca untuk menjaga keasliannya. Ornamen-ornamen ukiran kaligrafi juga menghiasi beberapa sudut ruangan di dalam masjid. Di bagian atas tiang masjid ini ada bentuk menyerupai totem 4 sayap. Mayarakat setempat meyakini empat sayap itu menjadi makna atau simbol dari falsafah Jawa “Papat Kiblat Lima Pancer”. Untuk artinya bisa ditanyakan kepada juru kunci.
Pada ukiran yang ada di dalam Masjid Saka Tunggal, diketahui masjid itu berdiri pada tahun 1288 Masehi. Sebelum adanya kerajaan Majapahit ataupun Walisongo dan sejak masa itu bangunan utama bagian dalam masjid tersebut tidak mengalami perubahan.
Pada hari pasaran tertentu, seperti Rabu atau Jumat banyak peziarah yang berkunjung. Mereka juga memberi makan kera-kera yang berdiam di sekitar hutan.
Selain itu, Pemkab Banyumas juga menggelar Festival Rewandha Bojana setiap Oktober. Atraksi utama festival ini adalah pawai gunungan buah dan memberi makan kera.
Keunikan lainnya, masyarakat sekitar masjid Saka Tunggal sebagian besar merupakan pengikut Aboge. Mereka memiliki perhitungan sendiri dalam penetapan 1 Syawal dan dalam pelaksaan sholat Idul Fitri di Masjid ini khutbah disampaikan dalam bahasa Arab tanpa pengeras suara dan usai pelaksanaan ibadah Idul Fitri tersebut. [NS]