PURWOKERTO – Kondisi darurat sampah di Indonesia saat ini makin mengkhawatirkan. Dibutuhkan pengelolaan dan penanganan bersama dari hulu ke hilir termasuk partisipasi aktif seluruh masyarakat.
Hal itu mengemuka dalam talkshow virtual bertajuk “Sampah Plastik di Wilayah Pesisir dan Laut: Problematika, Regulasi dan Implementasi”, yang digelar Menyambut Hari Laut Sedunia, oleh Pusat Studi Biosains Maritim (PSBM) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Kamis (4/6). Peringatan Hari Laut Sedunia diperingati setiap 8 Juni.
Ketua Pusat Penelitian PSBM LPPM Unsoed Purwokerto, Dr Maria Dyah Nur Meinita MSc menyatakan, sampah di laut adalah masalah bersama sehingga dibutuhkan kepedulian bersama untuk menangani. Ia berharap acara yang bisa dilihat kembali lewat kanal YouTube ini bisa menjadi acuran perumusan solusi pengelolaan sampah serta menggugah kesadaran masyarakat.
Hanggar Prasetyo dari Ridge to Reef and GIS Coordinator- Conservation International Indonesia) , berdasarkan data SDGs Indonesia 2019, Indonesia menghasilkan sekitar 190.000 ton sampah/hari. Dari jumlah itu, 25.000 ton adalah sampah plastik yang mengancam kehidupan biota laut.
Acara yang dibuka Ketua LPPM Unsoed Purwokerto Prof Dr Rifda Naufalin,SP, M.Si dan dimoderatori Nuning Vita Hidayati (Ph.D candidate-Aix-Marseille Université- Prancis) ini, diikuti 1.422 peserta dari 386 lembaga seperti kementerian, perguruan tinggi, swasta, dan umum yang berasal dari 229 kabupaten/kota di Indonesia.
Masalah Sampah Plastik
Rektor Universitas Maritim Raja Ali Haji, Dr Agung Dhamar Syakti, DEA mengatakan masalah sampah plastik bukan hanya datang dari plastiknya itu sendiri, tapi juga datang dari co-pollutants atau polutan-polutan yang ter-adsorb pada plastik, diantaranya adalah polyaromatic hydrocarbons (PAHs) dan polychlorinated biphenyls (PCBs) yang bersifat toksik dan persistent di lingkungan.
Dr Syakti memaparkan hasil penelitiannya yang dilakukan bersama kolega di perairan Cilacap dan telah dipublikasikan pada jurnal Regional Studies in Marine Science menunjukkan konsentrasi PAHs yang terserap pada plastik debris mencapai 2000 µg/kg, sedangkan PCBs mencapai 14.000 µg/kg.
Itu suatu konsentrasi yang cukup mengkhawatirkan. Maka penanganan sampah -termasuk sampah plastik-menjadi hal yang genting untuk dilakukan. Sebagai bentuk komitmen serius pemerintah untuk menangani permasalahan sampah di Indonesia.
Pemerintah telah menetapkan rencana aksi yang ditetapkan dalam Perpres 83/2018, yang diantaranya berisi strategi-strategi yang harus diambil dalam menangani masalah sampah laut, yang ditargetkan berkurang hingga 70 persen pada 2025.
“Bicara penanganan sampah plastik, ini layaknya sebuah conundrum, tidak tahu harus mulai dari mana, karena membutuhkan edukasi, regulasi dan pengawasan. Kita tidak bisa mulai dari satu titik, harus dari hulu ke hilir, dan untuk itu perlu adanya partisipasi aktif dari seluruh stakeholder masyarakat,” ujar Dr. Syakti.
Anggota DPRD Banyumas, Mugiarti Afandi menyatakan penanganan sampah saat ini juga menjadi perhatian bagi pemerintah daerah, seperti Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyumas. Pengelolaan sampah di Banyumas diatur dalam Perda Nomor 6 Tahun 2012 dan akan segera diperbarui lagi.
“Pengelolaan sampah di Banyumas dilakukan melalui bank sampah, pembuatan ecobrick dan daur ulang sampah oleh masyarakat langsung,” ujar Mugiarti.(K37-)