PURWOKERTO – Ratusan barang bukti hasil kejahatan yang sudah berkekuatan hukum tetap dimusnahkan pihak Kejaksaan Negeri Purwokerto, Senin (20/7). Pelaku kejahatan dari hasil barang bukti tersebut juga sudah diputuskan menjalani hukum pidana yang sudah berkekuatan hukum tetap.
Pemusnahan di halaman kantor kejari tersebut secara simbolis dilakukan bersama-sama unsur Forkopimda dan instansi tervital lainnya, dengan cara ada yang dibakar, dihancurkan dengan palu seperti handphone.
Kepala Kejaksaan Negeri Purwokerto, Sunarwan mengatakan, barang bukti yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut, ada delapan item. Meliputi shabu- shabu sebanyak 23,537 gram, tembakau sintetis 88,4 gram, ganja 178, 2 gram obat daftar G atau obat kuat sebanyak 1583 butir. Kemudian
pula gula rafinasi sebanyak 1,5 ton, rokok ilegal dan juga 36 handphone. Termasuk jenis barang lain dari hasil penipuan.
“Pemusnahan barang bukti ini untuk menunjukkan kepada masyarakat kinerja kejaksaan, termasuk untuk memberi efek jera, kepada pelaku kejahatan agar tidak mengulang kembali perbuatan melawan hukum,” katanya, usai pemusnahan.
Menurutnya, pemusnahan setahun dilakukan dua kali. Untuk tahap dua direncanakan akhir tahun.
Pemusnahan ini dilakukan sekaligus sebagai bentuk akuntabilitas ke publik. Pemusnahan tersebut, lanjut Sunarwan, merupakan bagian dari salah satu tugas eksekutor hasil putusan hakim setelah berkekuatan hukum tetap.
“Ini juga dalam rangka melaksanakan good governance, di antaranya ada peran serta partisipasi
publik, transparan, tegaknya supremasi hukum dan terakhir akuntabilitas publik,” katanya.
Minta Masukan
Bupati Banyumas Achmad Husein saat hadir di pemusnahan menyampaikan permintaan masukan untuk cari solusi jalan keluar terbaik, terkait produksi minuman beralkohol (ciu) yang diproduksi warga satu kampung di wilayah Kecamatan Wangon. Penanganan yang tepat dan bijak, supaya hasil produksi dan peredarannya tidak liar dan melanggar hukum.
Pasalnya, produksi tersebut sudah berlangsung turun-temurun sejak zaman penjajahan Belanda. Disisi lain, minuman beralkohol itu termasuk yang dilarang, karena membahayakan kesehatan tubuh.
“Saya sudah berkonsultasi ke gubernur dan sana kemari, tapi belum menemukan solusinya. Didirikan pabrik dengan cara dilokalisir, tapi kalangan ulama (kiai) tidak setuju. Kalau ditutup semuanya, ada sekitar 250 keluarga mau dikasih makan apa. Itu sudah ada sejak zaman Belanda. Bahkan sekarang sudah tambah besar,” keluhnya. (G22-1)