CILACAP – Terhitung sudah lebih dari dua minggu, kapal tugboat Voyager 6, yang menarik tongkang Ocean Master 206 bermuatan sekitar 9.000 metrik ton batubara, terdampar di perairan sekitar TPI Kemiren Cilacap. Hingga Minggu (9/8) kapal tersebut masih belum bisa dievakuasi.
Nakhoda kapal Captain Dulwanto mengatakan, sejak terdampar pada Jumat (24/7) lalu, terhitung setidaknya lima kali upaya evakuasi sudah dilakukan, namun belum membuahkan hasil.
“Setelah kejadian, dievakuasi sama tugboat satu, tapi kondisi air kecil, karena sudah sore jadi tunggu besok, kapal makin ke tepi,” ungkapnya ditemui Suara Banyumas di geladak kapal.
Setelah itu, lanjut dia kembali datang tugboat, masih belum berhasil juga. Kemudian ada satu tugboat mencoba evakuasi tongkang, juga belum berhasil padahal tongkang sudah hampir lolos. Evakuasi berikutnya dua tugboat didatangkan untuk menarik kapal, juga masih belum berhasil, dan diputuskan menunggu air besar sekitar akhir Juli.
Kemudian, lanjut dia dievakuasi lagi dengan tiga tugboat sekaligus pada tanggal 1 Agustus, tetap belum berhasil. “Setelah Idul Adha, datang tiga kapal untuk mengevakuasi, tetap belum berhasil, tali untuk menarik sampai putus,” ungkapnya.
Menunggu Giliran Bersandar
Dikatakan Capt Dulwanto, kejadian kapal terdampar terjadi saat kapalnya sedang menunggu giliran bersandar di Cilacap, setelah menempuh perjalanan dari Pelabuhan Bunati, Kalimantan Selatan. Saat kapal berlabuh, cuaca cukup ekstrim dan ombak besar, sehingga jangkar tidak mampu menahan kapal. “Tongkang dan kapal larat, karena jangkar tidak kuat,” ucap pria yang tinggal di Indramayu, Jawa Barat itu.
Ia bersama sembilan kru, terus berusaha mempertahankan posisi kapal agar menjauhi daratan, dengan menjalankan mesin sampai rpm tertinggi. Namun kapal sulit dikendalikan, karena ternyata stang kemudi bengkok sehingga kapal sulit bermanuver. Ia memutuskan kembali buang jangkar, untuk mempertahankan posisi kapal, namun ombak lebih kuat sehingga kapal dan tongkang akhirnya semakin menepi.
“Evakuasi selanjutnya menunggu kondisi air lebih tinggi, informasi sekitar tanggal 22 Agustus,” tutur bapak tiga anak yang sudah sekitar 10 tahun menjadi nakhoda.
Sejak terdampar, ia dan kru selalu berada di kapal, bahkan aktivitas sehari-hari masih dilakukan di atas kapal. “Karena generator kapal mati, untuk sekedar penerangan kami pakai genset,” kata dia.
Ia mengaku selama ini tidak meninggalkan kapal, karena ingin memastikan kapal bisa dievakuasi, dan muatan bisa sampai ke tujuan. Ia bahkan juga harus menunda pertemuannya dengan anak ketiganya, yang lahir pada Idul Fitri lalu.
“Saya rindu keluarga, apalagi anak saya baru lahir saat Idul Fitri lalu, dan sampai sekarang saya belum pernah bertemu, hanya video call saja,” ujarnya. (K17-1)