CILACAP– Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cilacap, hingga saat ini belum menerima pengajuan bantuan air akibat kekeringan di wilayah. Padahal mengacu prakiraan BMKG, puncak musim kemarau di wilayah itu sudah berlangsung pada akhir Juli-awal Agustus 2020.
“Sampai dengan hari ini belum ada. Masih nihil,” kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Cilacap, Heru Kurniawan, saat ditanya dampak kemarau terhadap kekeringan di wilayah, Rabu (26/8).
Hasil itu juga diketahui BPBD melalui pemantauan, maupun koordinasi dengan jajaran pemerintahan di wilayah. Menurut informasi dari wilayah, sumber air yang ada masih mencukupi kebutuhan.
“Ketersediaan air baku memang mengalami penurunan, tapi terbilang masih bisa mencukupi kebutuhan,” kata dia.
Menurut Heru, masih nihilnya dampak kekeringan di Cilacap ditunjang kemarau yang relatif lebih basah. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, musim kemarau terasa lebih kering.
Mengacu data BPBD, musim kemarau tahun lalu memicu dampak kekeringan di berbagai wilayah Cilacap. Banyak warga yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan air, sehingga mengajukan bantuan kepada badan kebencanaan itu.
“Dulu (kemarau tahun 2019), penyaluran bantuan air sampai 1.004 tangki. Itu saja yang dari BPBD. Karena ada juga pihak terkait yang peduli dan memberikan bantuan air,” kata dia.
Lantas, mungkinkah kemarau tahun ini tanpa dampak kekeringan di Cilacap? Heru enggan memprediksi. “Yang pasti, potensi dampak kekeringan bisa berkurang,” ujarnya.
Sesuai kapasitas, pihaknya tetap bersiaga mengantisipasi potensi dampak bencana kesulitan air bersih itu. BPBD sudah menyiapkan anggaran melalui APBD untuk bantuan air bersih.
“Armada maupun personel sudah siap apabila ada permintaan bantuan air bersih dari warga masyarakat,” kata dia.
Sementara itu, Prakirawan BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung, Cilacap, Rendi Krisnawan mengatakan, puncak musim kemarau di Cilacap, tahun ini sudah berlalu. “Akhir Juli dan awal Agustus merupakan puncak musim kemarau,” kata Rendi Krisnawan. (tg-)