PURWOKERTO – Selama tahun 2020, baru terpasang sekitar 90 unit tapping box device atau alat monitoring kondisi riil pendapatan yang masuk wajib pajak (WP), terkait pajak daerah, seperti perhotelan, restoran, tempat hiburan dan perparkiran.
Alat yang dinamai sistem elektronik monitoring pajak daerah ini ditempelkan di sistem IT dari tempat usaha WP. Alat ini untuk koneksitas sistem laporan pendapatan ke Dinas Pendapatan Kabupaten Banyumas. Setiap saat, jumlah pendapatan riil yang masuk, sudah bisa terbaca melalui sistem IT tersebut.
“Tahun 2021, kita ditargetkan oleh KPK (hasil temuan), harus sudah bisa memasang di sekitar 1.300 tempat yang terkait dunia pariwisata, seperti hotel, restoran, parkir dan hiburan. Tahun 2020, baru terpasang di 90 lokasi, untuk hotel dan restoran dulu,” kata Kepala Dinas Pendapatan Daerah Pemkab Banyumas, Eko Pridjanto, kemarin.
(Baca Juga: PHRI Minta Dibebaskan Tanggungan Pajak Daerah)
Alat tersebut, katanya, wajib dipasang (tempel) ke sistem pembukuan keuangan wajib pajak (WP), terutama yang terkait dengan pendapatan. Sistem itu secara otomatis akan menghitung berapa kewajiban pajak yang harus diserahkan ke kabupaten (pajak daerah). Sehingga potensi penyimpangan maupun manipulasi laporan pendapatan di WP bisa dicegah. Harapannya, sumber PAD dari sektor pajak meningkat.
“Untuk alatnya, oleh KPK ini disarankan tidak boleh dari APBD, namun dari Bank Jateng. Jadi alatnya ini dari Bank Jateng, kita tinggal pasangkan saja. Saat mau dipasang kita juga berkoordinasi dengan bagian IT dari WP,” katanya.
Lebih Awal
Menurut Eko, untuk pemasangan tahap awal ini berdasarkan survei dan kesanggupan dari WP untuk dipasang lebih awal. Pemasangan alat ini, katanya, sesuai perda dan peraturan bupati, wajib diilaksanakan. Namun dalam pelaksanaannya, masih mempertimbangkan kondisi di lapangan.
Misalnya, WP masih keberatan karena belum memakai sistem elektronik dalam laporan keuangannya. Kemudian, ada yang masih menunggu yang lain.
“Macam alatnya yang kita pasang beda-beda. Bagi yang yang sudah pakai teknologi, kita tinggal mengambil data saja. Bagi yang belum, justru kita bantu alatnya (gratis),” terangnya.
Dari evaluasi pemasangan tahap awal tahun 2020, jelas Eko, masih ada yang keberatan. Alasan yang masuk, seperti khwatir ada kerusakan jaringan karena memasang alat.
Pihaknya menjamin saat pemasangan juga memakai tenaga yang profesional, dan berkoordinasi dengan IT dari tempat usaha WP tersebut. “Alasan kedua, takut ada data lain yang kebawa, bukan yang terkait dengan kepentingan pajak, karena alat ini kan terpasang di komputer mereka. Dan ini sudah kita jamin, tidak seperti yang dikhawatirkan. Masangnya kan bersama dengan IT mereka,” tandasnya.
Alasan ketiga, katanya, lebih terkait dengan aspek sosiologis dan psikologis, seolah pihak pemkab tidak percaya dengan WP untuk melaporkan kewajiban membayar pajak dari pendapatan yang mereka terima.
“Ada juga yang berasalan, mau dipasang, asalkan semuanya sudah terpasang bersama-sama. Padahal pemasangan alat ini kan bertahap,” ujarnya. (aw-2)