PURWOKERTO-Ketua Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Jawa Tengah Subroto, giliran melaporkan Kepala Desa Sibrama Kecamatan Kemranjen, Wagiyah, ke Polresta Banyumas, Jumat (30/4).
Laporan pengaduan tersebut terkait dugaan penyalahgunaan penggunaan Dana Desa (DD) di APBDes setempat tahun anggaran 2016-2018, dengan nilai kerugian negara sekitar Rp 600 juta.
“Awalnya saya melapor ke Satreskrim, oleh petugas diarahkan melapor dulu ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK). Setelah laporan ini, nanti saya akan diinformasikan lebih lanjut setelah laporan saya disampainan pimpinan (Kapolresta-red),” kata Subroto didampingi penasehat hukumnya, Budi Kiatno, usai melapor.
Dugaan penyimpangan DD tersebut, jelas dia, terkait penggunaaan anggaran untuk kegiatan fisik (infrasktruktur). Indikasipenyimpangannya, kata dia, terjadi mark up anggaran dan valume pekerjaan fisik.
“Temuan ini, hasil analisa kami (GNPK) atas laporan APBDes tahun 2016-2018. Untuk APBDes tahun 2019-2020, blumbisa kami siapkan karena saat itu situsinya masih pandemi Covid-19,” terangnya.
Menurutnya, selain Sibrama, sebenarnya ada sekitar 17 desa lain yang berpotensi sama terjajdi penyimpangan dalam penggunaan DD pada tahun anggaran tersebut. Dari jumlah desa itu, di antaranya disebut, Desa Karanggedang Kecamatan Sumpiuh, Desa Prembun Kecamatan Tambak dan Desa Linggasari Kecamatan Kembaran. Tiga desa tersebut bisa dijadikan sampel untuk bahan pengusutan, selain Desa Sibrama.
“Saya mendorong Pak Kapolresta dan penyidik untuk menindaklanjuti indikasi ini, karena dari hasil analisa laporan APBDes ada indikasinya,’ ujarnya.
Dalam pengaduan itu, lanjut Subroto, ia juga melaporkan dugaan pencemaran nama baik dan menyerang karakter, dan menjatuhkan harkat martabatnya terkait munculnya laporan sebelumnya, yang menuduh dirinya melakukan pemerasan ke sejumlah kades di Kecamatan Kemrajen.
Laporan pencemaran nama baik, katanya, khusus ditujukan kepada kaes Karangendang dan Prembun. Mereka sebelumnya sudah membuat laporan pengaduan lebih dulu ke Polresta Banyumas.
“Saya melaporkan kades Karanggedang dan Prembun, yang menuding saya memeras 17 desa. Kepala Polresta saya minta, 17 desa ini mana saja. Termasuk saya yang dituduh menerima uang Rp 450 juta sebagai calo calon perangkat desa. Saya ingin tahu, itu desa mana dan siapa yang membayar saya sebagai calo. Ini hanya opini,” tandasnya.
Terkait laporan dugaan pemerasan dari lima kades di Kecamatan Kemrajen, Subroto menegaskan, empat desa telah membuat surat pernyataan siap memberikan keterangan di polisi, tidak ikut melaporkan dirinya. Yang melaporkan untuk perkara ini hanya Kades Sibrama, Wagiyah.
“Tuduhan pemerasan ke kades-kades ini tidak mendasar, karena saya saat ketemu tidak pernah bicara uang. Saya waktu itu (Januari) mengirim surat resmi pinjam data APBDes tahun 2016-2018, dipinjami dan sudah saya kembalikan datanya,’ ujarnya.
Dia menerangkan, awalnya hanya urusan dengan Anwari, mantan Kades Sibrama, kini sebagai bendahara Badan Koordinasi Antar Desa (BKAD) Kecamatan Kemarajen. Urusannya untuk pinjam uang sebesar Rp 375 juta, dengan jaminan dua BPKB mobilnya. Ia pinjam Bulan Februari, dan akhir Maret lalu dikembalikan dulu Rp 300 juta, dan sisanya Rp 75 juta disepakati usai lebaran ini.
“Saya dengan Anwari ini sudah kenal lama sebagai rekan bisnis, dan sudah biasa urusan pinjam meminjam uang. Soal uang yang dipinjamkan ke saya itu, ada yang dari uang beberapa desa, karena dia kan bendahara BKAD, saya tidak tahu. Makanya saya heran, urusan pinjaman pribadi, kok terus muncul tuduhan saya meras beberapa kades,” katanya keherananan.
Dia menyatakan, meski ada laporan tersebut, upayanya untuk mengawasi dan mengungkap penyimpangan-peyimpangan terkait penggunaan uang negara tidak akan berhenti. Disebutkan, yang disurati untuk minta data laporan seperti itu, tidak hanya pihak desa saja. Namun juga sejumlah OPD.
“Sebagai salah satu LSM pemburu koruptor, saya tidak akan berhenti hanya dengan gara-gara ada laporan seperti ini. Ini kan tujuannya, salah satunnya supaya apa yang dilakukan seperti GNPK ini berhenti,” tandasnya.
Happpy Sunaryanto, penasehat hukum kades Sibrama,diuhubungi terpisah mengatakan, pihaknya siap menghadapi laporan tersebut, baik terkait dugaan penayalahgunaan DD dan dugaan pencemaran nama baik ketua GNPK Jateng itu.
Menurutnya, laporan balik tersebut dinilai terlambat, dan hanya mencari-cari saja, karena bukan soal substansinya.
Substansinya, nilai dia, sebagai lembaga yang konsen terhadap upaya memerangi korupsi, mestinya saat melakukan monitoring dan evaluasi, dan diperoleh informasi yang janggal, diteruskan ke instansi yang berwenang.
“Soal dia menolak tuduhan pemerasan, itu versinya karena masing-masing kan punya versi. Dan kita tidak mau terjebak itu. Faktanya kan belum terungkap jelas. Penyidik punya fakta sendiri, itu nanti bisa dikonklusikan, siapa yang menyerahkan dan menerima,” kata ketua DPC Peradi Purwokerto ini. (aw-)