SANG maestro Sapardi Djoko Damono (SDD) memang telah pergi di usia 80 tahun pada Ahad, 19 Juli 2020 tahun lalu, hingga kini puisi atau sajak-sajaknya termasuk Hujan Bulan Juni masih tetap hidup. Sajak-sajaknya tetap manis dan syahdu dibaca, dituliskan hingga diperdengarkan. Apalagi di pertengahan 2021 ini, sajaknya ini menemukan momentumnya kembali.
Sajaknya benar-benar seperti mengulang di masa tahun 1989 ketika anomali cuaca bermula terjadi dan menginspirasi Sapardi menulis sajaknya ini. Yah, kini di Bulan yang harusnya kemarau, justru frekuensi hujan yang tinggi termasuk di Banyumas Raya.
Orang boleh menafsir dengan berbagai sudut pandang, secara tekstual, kontekstual, metafor hingga lainnya terhadap sajak Sapardi. Namun demikian dari kata atau diksi sederhana yang dianggit tak sederhana, sajak ini menemukan romantisme tersendiri. Apalagi sajak ini sangat pas disantap sebagai camilan bagi mereka yang dimabuk asmara.
Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni.
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
Dalam hujan bulan Juni, kalau boleh menafsir ada rindu yang malu-malu diungkapkan lelaki kepada perempuan. Sebagaimana Majnun yang rela meratap pada tembok rumah Layla, demi menyalurkan rasa rindunya. Demi mengurangi rasa keinginannya untuk bertemu.
(Baca Juga : Hujan di Bulan Juni, Ini Penjelasan BMKG )
Tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapuskannya jejek-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
Selanjutnya dalam paragraf ini, Sapardi bicara soal jejak yang dihapuskan hujan. Hujan rela menyiram jalan di Bulan Masehi ke-6 yang lebih akrab sebagai Bulan Musim Kemarau mulai datang. Ia rela menghapus debu hingga meruakkan bau tanah basah. Namun setelah itu ia pergi begitu saja.
Tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
Hujan sebagai rahmat Tuhan, memang turun dengan sederhana. Ia hanya datang pamit lewat mendung awan, meski berawan tak berarti hujan. Namun awan telah menjadi penanda kedatangan hujan pada umumnya. Hujan dengan setia membagikan basah kepada setiap makhluk dan alam semesta. Ia dengan setiap melesak rela masuk ke dalam akar pohon yang berbunga ataupun tak.
Ia tak pilih kasih, ia hanya ditugaskan untuk turun ke bumi atau laut. Ke bumi bagaimanapun kondisinya. Melesak pada tanah yang berpohon atau yang berongga tanpa penyangga. Lalu kemudian hujan mau tak mau selalu dituduh menjad pemicu musibah. Namun salahkah hujan apalagi Hujan di Bulan Juni? (Susanto-)