PURWOKERTO – Selama masa pandemi Covid-19 hampir dua tahun ini, penjualan tembakau iris atau yang biasa di kenal dengan istilah rokok tingwe (nglinting dewe) yang tidak di lengkapi pita cukai, makin marak di pasaran. Termasuk di wilayah eks Karesidenan Banyumas.
Selain harganya murah, model penjualannya juga tidak terbuka. Terutama tembakau iris yang di jual kembali dengan label merek produk tertentu yang di bungkus dalam berbagai kemasan. Termasuk yang sudah di bungkus dalam bentuk rokok.
”Penjualan rokok atau tembakau iris ini mulai marak sejak tahun 2020 atau saat masa pandemi berlangsung. Kalau sebelumnya kan rokok elektrik (vape). Ini banyak di minati masyarakat karena relatif lebih murah di banding dengan rokok yang sudah jadi,” nilai Fungsional Pemeriksa Bea dan Cukai Pertama Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean C Purwokerto, Misbah Khusudur, kemarin.
Saat kondisi ekonomi sedang menurun, sementara perokok berat tetap harus merokok, kata dia, mau tidak mau, salah satu pilihannya adalah membeli rokok model tingwe. Selama di komsumsi sendiri saat membeli dari petani tembakau, sebenarnya tidak di larang.
Baca Juga : Rokok Legal dengan Ilegal, Begini Cara Membedakannya!
”Yang masuk kategori ilegal, kalau tembakau iris (dirajang-rajang) ini terus di jual kembali dalam kemasan eceran, di beri label dan di beri pilihan rasa tertentu yang menyerupai rokok bungkus yang legal. Ini termasuk tindakan memperjualbelikan tanpa ada izin (tanpa dilekati
pita cukai),” terangnya.
Mengurus Izin
Menurutnya, bagi pelaku usaha jika mau memperjualbelikan tembakau iris tidak di larang. Asalkan mengurus izin cukai ke kantor Bea Cukai terdekat. Izinnya untuk pemesanan pita cukai dan bagi pengusahanya, masuk kategori barang pokok kena cukai.
Untuk mengurus izinnya, kata dia, juga sederhana. Tinggal datang ke Kantor Bea Cukai, langsung di beri pelayanan cepat. Bahkan, semua proses tidak dikenai biaya.
”Penjualan tembakau iris dalam kemasan yang legal juga ada. Seperti di Banjarnegara, tapi yang menjual secara ilegal lebih banyak, dan ini PR bagi kami untuk melacak dan mengedukasi mereka,” katanya.
Model penjualan tembakau iris ini, katanya, sembunyi-sembuyi (kucing-kucingan). Sehingga saat pihaknya menemukan di penjual warungan, langsung di telusuri sampai ke pemasok yang lebih besar.
Dia mengungkapkan, tembakau iris ini yang masuk wilayah Banyumas kebanyakan di pasok dari wilayah Temanggung, Wonosobo, Yogyakarta, Solo. Bahkan juga ada yang dari Jawa Timur.
Jika di bandingkan dengan tembakau yang di pasok ke pabrik rokok, katanya, kualitasnya berbeda. Namun karena faktor ekonomi dan di pasarkan secara sembunyi-sembuyi, banyak di minati, baik perokok maupun penjual.
Untuk menekan praktik penjualan rokok tingwe ilegal, lanjut dia, salah satu program yang sedang di canangkan Kantor Bea Cukai, yakni mendorong terbentuknya kawasan industri hasil tembakau (KIHT).
Kawasan ini, katanya, tidak harus berkumpul semua pabrik rokok. Namun di lokasi itu ada pabrik rokok yang giling, terus ada penjual kertas atau bungkusnya.
Baca Juga : Perangkat Desa Dilibatkan dalam Pemberantasan Rokok Ilegal
”Istilahnya di dalam satu kawasan itu, ada pabrik yang cetak, ada penyedia kertas, plastik dan cengkehnya. Kemudian di olah jadi rokok. Jika di daerah ada potensi itu, kita akan memberikan asistensi,” katanya.
Misbah menyampaikan, sebenarnya pihaknya sudah menggencarkan sosialisasi ke masyarakat dan penjual warungan bersama pemerintah daerah setempat. Termasuk dengan menggandeng aparat. Khusus di wilayah kerjanya, sementara ini, peredaran penjualan rokok jenis ini masih bisa terpantau.(aw-7)