PURWOKERTO – Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Purwokerto menyelenggarakan diskusi panel Perlindungan Perempuan dan Anak dalam Perspektif Pendidikan, Budaya, Hukum dan HAM, Jumat (11/6).
Kegiatan yang merupakan rangkaian rapat anggota cabang tersebut, menghadirkan praktisi pendidikan Seli Rahayu, pegiat budaya Nisa Royasa, akademisi Manunggal Eka Wardaya dan Ketua AAI Yogyakarta, Bambang Handoko.
Ketua AAI Purwokerto, M Ageng Wicaksono mengatakan, AAI Purwokerto mengambil tema tersebut karena kalau anak mengalami trauma dalam proses penyembuhannya tidak mudah.
“Contoh, seringkali banyak anak mendapat trauma kemudian ketika tumbuh berkembang dan terjun dalam masyarakat, ia akan melakukan pembalasan. Anak-anak yang mengalami trauma penyembuhannya tidak seperti orang dewasa yang mengalami,” katanya.
Kemudian, tentang perempuan. Penanaman nilai dalam keluarga lebih banyak oleh perempuan atau ibu. Sehingga proses penanaman nilai, pendidikan akan mempengaruhi tumbuh kembang dan pembentukan karakter anak.
“Makanya tema Perlindungan Perempuan dan Anak dalam Perspektif Pendidikan, Budaya, Hukum dan HAM kita angkat. Karena bagi kami pertimbangannya ibu dan anak ini harus dijaga bukan dieskploitasi,” katanya.
Musyawarah Nasional
Dia menambahkan, hasil diskusi ini akan dibawa dalam Musyawarah Nasional (Munas) VI di Bandung, Jawa Barat, pada 25-27 Juni 2021.
“Dari hasil diskusi tadi ada beberapa rekomendasi. Pertama, persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak berhenti pada proses legislasi atau pembuat peraturan. Tapi ini lebih ke arah pencegahan atau perspektif yang harus menjadi dasar jika bicara tentang kekerasan,” katanya.
(Baca Juga : 2019, Kasus Kekerasan Terhadap Anak Tertinggi)
Dia mengatakan kalau bicara perlindungan perempuan dan anak, konteksnya dalam tataran keluarga. Namun, ketika perempuan mengalami kekerasan yang bukan dari keluarga atau ikatan suami istri, harus ada dasar untuk pelaporannya secara hukum. (pj-1)