Kemarin ada anak SMA ke sini. Saya tanya, ternyata dia mengaku belum pernah baca buku hingga selesai. Padahal ia ke sini tahu, saya ini penulis. tetapi buku sayapun belum pernah ia baca….
Demikian dikisahkan sastrawan Ahmad Tohari di kediamannya di Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, Sabtu (29/2) petang. Ia sangat prihatin dengan rendahnya literasi termasuk di kalangan generasi muda saat ini.
” Jadi sekarang banyak anak muda yang belum pernah membaca buku baik fiksi dan non fiksi sampai selesai. Ini parah. Amat parah,” tandasnya.
Melihat krisis literasi yang cukup parah inilah, pengarang trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk ini mendorong semua pihak mau untuk memperbaiki dan membenahi. Apalagi literasi sangat penting bagi generasi yang unggul berkompetisi. Untuk itulah ia mengapresiasi langkah berbagai pihak yang kini menekuni tradisi baca tulis.
“Situasi krisis literasi di mana kegiatan baca tulis itu sangat rendah jelas harus diperbaiki. Jadi ketika ada orang mau menulis buku entah itu sastra atau non sastra, jika dilihat dari segi krisis literasi itu bagus,” katanya.
Budayawan yang akrab dipanggil Kang Tohari ini, menyebutkan di saat krisis literasi sekarang ini, apresiasi kepada mereka yang mau membaca dan menulis harus diutamakan. Sementara dari segi kualitas karya kepenulisan bisa menyusul kemudian.
“Kita tidak usah berbicara kualitas dulu lah, karena kalau ada yang menulis atau membaca buku sampai selesai sudah sangat baik,” ujarnya.
Buku Kedua Harus Lebih Baik
Pengarang yang novelnya telah diterjemahkan ke berbagai bahasa asing dan mendapatkan penghargaan internasional ini juga menyinggung soal orientasi menulis bagi guru, mudahnya mengurus ISBN, serta dugaan komodifikasi penulis pemula oleh penerbit indie. Ia menyatakan hal tersebut sebenarnya kurang ideal.
“Ketika ada guru menulis demi kenaikan pangkat, mudahnya mengurus ISBN atau percetakan indie yang mengejar order itu sebetulnya kurang ideal. Tetapi bahwa menulis itu baik, membaca itu baik,” jelasnya menanggapi ramainya penerbitan buku secara indie oleh penulis ataupun komunitas penulis saat ini.
Jadi menurutnya, ia berharap kepada para penulis pemula untuk tetap berusaha sebaik-baiknya menulis. Jadi sambil berjalan, semua pihak harus meningkatkan literasi. Apalagi saat ini tingkat literasi Indonesia sangat buruk yaitu berada di urutan ke-60 dari 61 negara di dunia.
“Kalau sekarang menulis buku pertama belum baik. Maka buku ke dua harus lebih baik. Saya tidak akan pernah memangkas seseorang yang sedang tumbuh menjadi penulis,” terangnya.(Susanto-)
Diskusi tentang artikel