BANYUMAS – Lantaran cuaca yang tak menentu membuat air nira kelapa tidak banyak keluar. Akibatnya produksi gula merah dari para petani di wilayah Kabupaten Banyumas menjadi berkurang.
Dampaknya membuat beberapa pengrajin gula merak menjadi kehilangan pekerjaannya.
Sumitro, warga Desa Panusupan Kecamatan Cilongok mengaku, setiap hari ia biasa memanjat pohon kelapa untuk mengambil air nira atau dalam bahasanya jawanya “nderes”. Namun sekarang ia tak lagi melakukannya karena air nira kelapa miliknya tidak keluar.
Memanjat pohon bagi sebgian orang mungkin menakutkan, apalagi pohon kelapa yang tingginya sampai 10 meter.
Namun bagi Sumitro itu tak berlaku. Pasalnya ia sudah biasa menaiki pohon semenjak duduk di bangku sekolah. Berawal dari membantu orang tuanya yang memiliki keterbatasan ekonomi, membuat Sumitro sadar untuk membantu keluarga.
Ia yang suka ketinggian, merasa tertantang untuk memanjat pohon kelapa dengan membawa celurit yang ia gunakan untuk memotong bunga kelapa agar mendapat air nira atau “Badeg” yang merupakan bahan pokok produksi gula merah.
Sumitro mengaku, dari yang awalnya hanya mampu memanjat 8 pohon, kemudian bertambah menjadi 30-an pohon. Kala itu, gula merah sedang marak dan banyak yang memproduksi gula merah.
”Dulu pas masih umur 10 tahun mulainya. Nah pas usia 30-an lumayan banyak pohon kelapa yang saya panjat,” ungkap dia.
Namun, lambat laun semuanya berubah. Dari yang awalnya banyak, kini kembali tinggal sedikit. Bahkan tak keluar air niranya.
Hal ini yang membuat pria 66 tahun itu kehilangan mata pencahariannya di usia yang tak lagi muda. Saat ini, ia menghabiskan waktunya di sawah dan mengurus ayam-ayamnya.
Padahal, produksi gula merah merupakan sumber pemasukan keluarganya untuk membesarkan buah hatinya yang kini sudah menikah semuanya.
Tinggal di rumah berwarna hijau, ia kini hanya bisa berharap agar air nira kembali muncul dari bunganya. Sehingga ia bisa melanjutkan produksi gula merah.
Beberapa kali ia ditawari pelatihan pembuatan gula kristal, namun ia menolak dengan alasan gula merah lebih mudah dibuat.
Istrinya, Warsitem mengatakan, dirinya lah yang mengolah hasil dari air nira yang kemudian menjadi gula merah olahan.
Baca Juga : Vivi Yantri, Tulisannya Banyak Terinspirasi dari Kehidupan
Wanita yang dinikahinya lebih dari 40 tahun itu juga merasakan dampaknya karena pendapatan dari gula merah kini sudah buyar.
”Dari semenjak saya menikah sih, tapi sekarang tidak ada lagi pemasukan,” ungkapnya.
Dirinya membuat gula merah dari air badeg yang diambil suaminya. Untuk menunjang kebutuhan sehari-hari mereka mengandalkan hasil dari sawah yang digarap, sembari menunggu bunga kelapa mekar kembali.(mg02-7)