PURWOKERTO – Kabupaten Banyumas kini mulai fokus untuk upaya pencegahan penyakit Thalasemia.
Hal ini karena jumlah kasus temuan penderita penyakit kelainan darah ini terus bertambah.
Fungsional di Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas, Supriyatin menyampaikan, saat ini ada 243 kasus penderita Thalasemia yang sudah rutin tertangani tranfusi darah.
Sedangkan yang meninggal dunia terdekat ada dua orang.
“Terbaru ada tambahan satu temuan kasus lagi dari hasil screening ring satu kemarin
yang dirujuk, ada satu yang menjadi mayor (kasus baru),” katanya saat menjadi peserta
pada paparan kajian penyusunan model pencegahan dan penanganan penyakit
Thalasemia dan Diabetis Melitus (DM), di kantor Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kabupaten Banyumas, Kamis (10/11/2022).
Baca Juga : DBCHT Bidang Penegakan Hukum Baru Terserap Rp -5977-juta
Supriyatin menyebutkan, penanganan penderita Thalasemia di Banyumas tergolong sudah cukup baik.
Bahkan di Jawa Tengah, dinilai sebagai daerah yang memiliki kepedulian cukup tinggi untuk pelayanan penderita penyakit karena faktor gentik (keturunan).
“Sesuai jadwal, setiap tiga minggu sekali pasien Thalasemia rutin datang ke rumah
sakit (RSUD Banyumas) untuk melakukan tranfusi darah,” ujarnya.
Terkait pencegahaan, katanya, di antaranya mengintensifkan screening untuk calon pasangan pengantin dan kalangan pelajar.
Jemput Bola
Pemeriksaan awal ini dilakukan di Puskesmas, jemput bola ke sekolah-sekolah. Namun untuk thalasemia, tidak cukup
dilakukan sekali.
Sementara mereka yang dirujuk ke rumah sakit, lanjut dia, masih melalui beberapa kali
pemeriksaan (4-5) indikator pemeriksaan. Jika semua itu dilakukan maka membutuhkan biaya sampai Rp 468.000.
“Pemeriksaan awal di Puskesmas kalau tidak atas indikasi, ini kan harus berbayar Rp 78.000. Mereka datang karena sukarela untuk melakukan pemeriksaan darah lengkap. Tapi yang kita laksanakan di sekolah tidak berbayar,” terang dia.
Baca Juga : 392 Siswa MI Ambil Bagian dalam Ajang Aksioma
Dia menjelaskan, fokus pencegahan yang dilakukan, meliputi screening prospektif,
yakni untuk anak-anak sekolah dan calon pasangan pengantin. Mereka bukan dari
keluarga penderita.
Jumlah pelajar yang sudah dilakukan screening, katanya, sejak awal tahun sampai
sekarang sudah mencapai 1.500 siswa. Untuk sementara masih di wilayah Kota
Purwokerto.
Selanjutnya, screening retrospektif. Ini ditujukan langsung kepada keluarga inti
penderita.
Jika ditemukan ada kasus baru, maka ditindaklanjuti melakukan pemeriksaan kepada anggota keluarga inti, seperti kakak-adik saudara kandung.
Untuk mensukseskan upaya pencegahan, tidak bisa hanya ditangani Dinas Kseehatan
saja. Melainkan, melibatkan semua elemen atau stakeholder. Mulai dari kepala daerah
terkait dukungan kebijakan anggaran.
Kemudian lintas instansi, mulai Kementerian Agama yang membawahi kegiatan pernikahan, Dinas Pendidikan terkait edukasi, Dinas Pemberdayaan Keluarga Berencana terkait pendampingan keluarga (calon pengantin), dan dinas sosial terkait
permasalahan sosial para penderita.
Screening
Ketua tim kajian Thalasemia, dr Sindhu Wisesa PhD mengatakan, untuk menekan kasus Thalasemia, selain harus menggencarkan sosialisasi ke masyarakat, juga melakukan screening Thalasemia karier.
Jika ini sudah bisa diketahui, maka bisa dilanjutkan ke tahap berikutnya.
“Hasil kajian ini nanti akan merumuskan model penanganan dan pencegahan
Thalasemia. Dengan model itu diharapkan ke depan jumlah kejadian (kasus) menjadi berkurang. Model ini di antaranya untuk deteksi awal dan pelacakan,” kata dosen
Fakultas Kedokteran Umum Unsoed ini.
Persebaran Thalasemia karier di Banyumas, kata dia, saat ini diperkirakan sampai 8 persen dari populasi jumlah penduduk Banyumas.
Menurutnya, Thalasemia ini, penyebab utamanya karena faktor keturunan (genetik).
Temuan kasus Thalasemia di Banyumas tergolong tinggi, nilai dia, karena selama ini
daerah tersebut aktif mencari dan intensif melakukan. Bahkan sudah ada yayasan dan
perkumpulannya.
Baca Juga : ASN BPBD Banyumas Ikuti Capacity Building
“Jumlahnya tinggi kemungkinan karena adanya pernikahan konstan (antar kerabat dekat atau tetangga) yang cukup tinggi. Namun untuk menguji hal ini, diperlukan penelitian lagi,” ujar dia.
Untuk memutus mata rantai tersebut, saran dia, masyarakat harus diberi pemahaman
bahwa Thalasemia harus ditangani secara bersama. Sehingga mereka akan mudah
melakukan screening atau pencegahan awal.
“Dengan screening karier, kita bisa mengedukasi masyarakat untuk tidak melakukan pernikahan sesama karier. Kalau sesama karier menikah, potensi anaknya juga terkena Thalasemia sampai 25 persen,” terangnya.( aw-7)