WABAH Covid 19 datang bak gelombang yang masuk semua negara di dunia. Korban Covid juga tidak pandang status sosial, ekonomi, pendidikan, pejabat atau rakyat biasa. Oleh karena itu Covid 19 menjadi ancaman seluruh ummat manusia dan semua negara sedang bekerja keras untuk menangkal dan meminimalisir dampak negatif Covid 19.
Pola hidup bersih dan social dan Physical distancing (jaga jarak sosial dan fisik) menjadi cara ampuh untuk menghindari penularan Covid 19. Berbagai paket kebijkan pemerintah dari pusat sampai ke daerah serta berbagai fatwa hukum lembaga keagamaan menggambarkan perlunya penanganan Covid 19 secara serius dan sinergi seluruh stakeholders.
Kebijakan pengetatan pola hidup bersih dan keharusan jaga jarak secara fisik sebagai bagian dari protokol kesehatan, menimbulkan banyak perubahan pola relasi sosial, pola kerja dan termasuk pola ibadah. Slogan kerja di rumah, belajar di rumah dan ibadah di rumah menggambarkan adanya pergeseran aktifitas sosial yang berdimensi publik bergeser ke dimensi domestik.
Fatwa hukum Majelis Ulama Indonesia dan Surat Edaran Menteri Agama RI tentang tata cara beribadah dimasa pandemi dan masa New Normal menggambarkan telah terjadi pergeseran hukum dan prosedur ibadah khususnya bagi ummat Islam. Shalat rawatib berjamaah, shalat jumat, shalat tarawih dan shalat id yang biasanya dilakukan di masjid bergeser ke rumah masing-masing bersama anggota keluarga inti. Untuk kepentingan social distancing, jarak antar shaf shalat yang normalnya dianjurkan mepet, justru sebaliknya jarak antar shaf minimal satu meter.
Dalam konteks hukum islam, perubahan hukum dan prosedur ibadah didasarkan pada argumen keadaan darurat karena ancaman Covid 19 sehingga melahirkan dispensasi hukum (ruhshah). Majelis Ulama Indonesia menilai bahwa situasi pandemic Corona adalah keadaan tidak normal dan masuk dalam situasi darurat sehingga berlaku juga hukum yang tidak normal yaitu dispensasi hukum. Kebijakan social distancing dan physical distancing social berdampak sistemik yang berpengaruh pada banyak sektor kehidupan baik sosial, ekonomi, keagamaan, maupun pendidikan.
Selaras Maqashid al- Syariah
Dengan kata lain penetapan keadaan darurat dalam fatwa MUI tersebut selaras dengan maqashid al- syariah yaitu menjaga lima keputusan pokok manusia yaitu menjaga agama, jiwa, harta, akal dan keturunan. Tujuan akhir dari berbagai fatwa dan regulasi tentang perubahan hukum dan prosedur ibadah dimaksudkan untuk memutus rantai penyebaran virus corona yang selaras dengan kebijakan pemerintah untuk melakukan social distancing dan physical distancing dan stay at home yang jabaranya adalah kebijakan kerja, belajar dan ibadah dari rumah.
Dengan demikian berbagai kebijakan pemerintah sebagai ulil amri terkait dengan penanganan Covid 19 yang berujung pada perubahan hukum dan prosedur ibadah adalah sesuatu yang sesuai baik secara teologis dan yuridis Islam. Ihtiar menghindari penyakit menular adalah perintah agama, perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW. Tidak bisa sempurna menghindari penularan Covid 19 kecuali dengan jaga jarak, maka jaga jarak hukumnya wajib. Oleh karena itu tidak boleh dipertentangkan antara nalar kesehatan dengan nalar agama. Karena urusan keseahtan juga bagian dari urusan agama.
Dr. H. Ridwan, M. Ag
(Dosen Fakultas Syariah IAIN Purwokerto dan Sekretaris Umum MUI Banyumas)