CILACAP – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cilacap mengusulkan tradisi cowongan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) tahun 2020. Ritual meminta hujan ini telah melalui serangkaian proses pendokumentasian dan kajian.
Kepala Seksi Pembinaan Kesenian dan Tenaga Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Cilacap, Jarmo mengatakan, di pesisir selatan, tradisi tersebut tersebar pada sejumlah desa di Kecamatan Kroya. Hingga saat ini, ritual tersebut masih eksis dan kerap dipentaskan menjadi pertunjukan budaya.
“Sebenarnya cowongan tak hanya ada di Cilacap. Di Banyumas juga. Tapi di Kroya ini versinya berbeda. Tetap memakai cumplung (buah kelapa busuk), tapi riasan dan bajunya beda. Cara memainkan bonekanya juga beda. Biasanya ditarikan oleh dua orang dengan lagu-lagu mantra yang beragam,” katanya, Jumat (13/3).
Menurut Jarmo, ritual cowongan dimulai dengan pengambilan boneka di tempat penyimpanan yang disakralkan bernama pagupon. Setelah diarak, boneka dimainkan lalu diakhiri dengan tumpengan.
Tradisi memanggil hujan ini masih dimainkan di beberapa desa seperti Pekuncen, Sanggarahan dan Pagubugan. Bahkan masih ada lima grup yang membawakan ritual ini setiap tahun.
“Cowongan di Kroya ini sudah ada sejak masa lalu, turun temurun. Sudah ada beberapa keturunan gitu,” kata dia.
Jarmo mengatakan, pihaknya hanya mengusulkan satu tradisi untuk ditepkan sebagai WBTb. Sebab, proses kajiannya serta datanya sudah lengkap
“Infonya sudah diterima di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tinggal di verifikasi dan penetapan,” ujarnya. (K35-52)