PURWOKERTO – Delapan desa dari 11 kecamatan yang bakal masuk wilayah persiapan pemekaran Kota Purwokerto dari kabupaten induk (Kabupaten Banyumas) menyatakan belum setuju bergabung.
Alasannya, jika Kota Purwokerto sudah menjadi pemerintahan kota yang difintif, khawatir statusnya berubah menjadi kelurahan.
Hal itu terungkap dalam paparan yang disampaikan Bupati Achmad Husein di hadapan rapat paripurna DPRD, saat penyampaian rencana pemekaran Kabupaten Banyumas, Senin (6/1).
Delapan desa tersebut yakni Desa Taksogra dan Kawungcarang, Kecamatan Sumbang. Kemudian Desa Beji dan Karangsalam Kidul, Kecamatan Kedungbanteng. Selanjutnya Desa Pasir Wetan, Pasir Kulon, dan Karanglewas Kidul, Kecamatan Karanglewas, dan satu lagi Desa Sidabowa, Kecamatan Patikraja.
Total kelurahan dan desa yang bakal masuk wilayah persiapan pemekaran Kota Purwokerto berjumlah 52 wilayah. Yakni 27 wilayah kelurahan yang masing-masing tujuh kelurahan di empat kecamatan kota. Yakni Kecamatan Purwokerto Utara, Purwokerto Selatan, Purwokerto Timur, dan Purwokerto Barat.
Kemudian 25 desa tersebar di tujuh kecamatan. Masing-masing Kecamatan Sokaraja enam desa, yakni Desa Pamijen, Sokraja Kulon, Karangkedawung, Karangrau, Karangnanas, dan Wiradadi.
Kecamatan Kembaran ada empat desa, yakni Desa Ledug, Dukuhwaluh, Bantarwuni, dan Tambaksari Kidul.
Berikutnya empat desa di Kecamatan Sumbang, yakni Desa Tambaksogra, Kawungcarang, Kedungmalang, dan Karanggintung. Kecamatan Baturraden ada dua desa, yakni Desa Kutasari dan Purwosari, berikutnya dua desa di Kecamatan Kedungbanteng, yakni Desa Beji dan Karangsalam Kidul.
Selain itu, empat desa di Kecamatan Karanglewas, yakni Desa Pasir Wetan, Pasir Kulon, Karanglewas Kidul, dan Pangebatan, dan terakhir tiga desa di Kecamatan Patikraja, yakni Desa Kedungwringin, Sidabowa, dan Kedungrandu.
Usai paripurna, Husein menyatakan, delapan desa yang belum setuju masuk wilayah persiapan pemekaran Kota Purwokerto, karena masih ada persepsi yang keliru saat dilakukan sosialisasi dan tanggapan beberapa waktu lalu.
“Dikiranya nanti kalau sudah dimekarkan masuk wilayah Kota Purwokerto, desa statusnya akan menjadi kelurahan. Kita kan tidak sedang membahas perubahan status itu. Tapi terkait pemekaran wilayah kabupaten dan wilayah persiapan pemekaran,” katanya.
Ke depan, jika usulan pemekaran ini terealisasi, kata dia, bisa saja status desa tersebut tetap dan berada di wilayah kota. Seperti halnya beberapa wilayah kota lain yang sebelumnya sudah melakukan pemekaran.
“Ini kan sudah kita sampaikan ke DPRD. Nanti desa-desa yang belum setuju bisa saja diundang kembali DPRD, dan sekaligus nanti dijelaskan kembali,” katanya.
Bupati mengatakan, tahapan rencana pemakaran ini masih panjang. Paling cepat dia memperkirakan, jika Presiden dan Gubernur setuju, bisa lima-enam tahun. Karena setelah ada persetujuan bersama antara Pemkab dan DPRD, diusulkan ke Gubernur, lalu diteruskan ke Pemerintah Pusat.
Saat di Pemerintah Pusat, nanti juga akan dibentuk tim independen dan mereka juga melakukan kajian. Baru setelah itu, melalui kementerian dalam negeri menyampaikan ke DPR.
“Kalau Pak Presiden dan Pak Gubernur mendorong harus dipercepat, ini bisa cepat. Apalagi prasyarat untuk pemekaran ini sudah lengkap. Infrastruktur untuk pemerintahan sudah siap, termasuk di kota kini sudah ada polresta.
Ini berbeda dari daerah lain yang mengusulkan justru belum siap. Ibaratnya kita tinggal boyong orangnya saja (ASN) sudah jalan, tidak perlu biaya mahal,” jelasnya.
Terkait kekhawatiran kabupaten induk yang dianggap belum siap, jika pemekaran disetujui, kata Bupati, dari hasil analisis kajian pemekaran, untuk pembiayaan dari DAK dan DAU sudah bisa memenuhi. Apalagi di wilayah kabupaten induk, katanya, pasti nanti akan tumbuh wilayah perkotaan baru.
“Kan tidak perlu kotanya (Purwokerto) dibelah dua, karena dari segi SDM, aset dan sarana-prasarana infrastruktur pemerintahan juga, keduanya juga sudah siap. Dari sisi luas wilayah, jumlah penduduk, potensi ekonomi, dan syarat lain, dari hasil kajian juga sudah memenuhi ketentuan,” katanya.
Hasil kajian pemekaran, jelas Bupati, tidak sampai menggambarkan munculnya calon ibu kota untuk kabupaten induk maupun wilayah persiapan pemekaran. Menurutnya, hal itu nanti membutuhkan kajian tersendiri, bisa saja saat pembahasan di DPRD hal itu digulirkan.
Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Banyumas Didi Rudwianto mengatakan, desadesa yang belum setuju saat dilakukan pembahasan di DPRD nanti akan diundang kembali.
Termasuk bila perlu tim kajian pemekaran yang sebelumnya telah dibentuk eksekutif juga diundang ke DPRD, sekaligus untuk public hearing stakeholder yang lain.
“Mekanisme di DPRD kita belum tahu, apakah mau dibahas hanya lewat Komisi 1 atau panitia khusus dulu. Kita dari eksekutif menunggu tindak lanjut dari DPRD dulu, karena setelah ini nanti ada pandangan fraksi-fraksi dan jawaban kembali oleh eksekutif,” katanya. (G22-37)
Diskusi tentang artikel