CILACAP-Menyusul pembubaran ormas Front Pembela Islam (FPI), Pegiat komunitas GusDurian dan Lembaga Seniman Budayawan Muslimilin Indonesia (Lesbumi) Majenang, Kabupaten Cilacap memasang spanduk waspada bahaya laten Front Pembela Islam (FPI) di sejumlah titik jalan strategis di jalur selatan Cilacap Bandung pekan ini.
Pegiat GusDurian Cilacap sekaligus pengurus Lesbumi, Imam Hamidi Antassalam mengatakan pemasangan spanduk ini dilaksanakan sebagai respon tentang keluarnya surat keputusan bersama tiga menteri terkait pelarangan, pembubaran simbol, atribut serta aktivitas FPI di Indonesia.
“Walau sudah dibubarkan secara de facto and de jure, tapi kita tetap waspadai dan awasi bahaya laten idiologi FPI. Kampanye info grafis ini di pasang di titik tempat stategis jalan raya di wilayah Majenang Raya disuarakan oleh Gusdurian Majenang dan Lesbumi NU Majenang,” katanya.
(Baca Juga : Taufiq R Abdullah: Waspadai Sikap Intoleransi )
Meski telah dinyatakan dibubarkan, namun kata Imam, warga harus waspada terhadap berbagai aktivitas yang berpotensi memprovokasi dan kontraproduktif terhadap upaya penegakan keamanan dan ketertiban masyarakat. Untuk itulah warga masyarakat diharapkan semakin waspada dan tidak terpancing berbagai hal yang justru berpotensi memecah persatuan dan kesatuan.
“Intinya kita harus waspada dan jangan sampai terprovokasi berbagai hal khususnya yang bernuansa SARA. Kita mendorong agar ke depan nuansa harmonis damai dan kondusif tetap terjaga,” jelasnya.
Politik Identitas
Khatib Syuriah NU Majenang, KH Mazin Alhazary mengatakan pelarangan FPI merupakan kemenangan bagi umat beragama di Indonesia, bukan hanya Islam. Narasi dan opini politik identitas yang mereka mainkan sangat berbahaya bagi kohesi sosial dan integrasi bangsa. Misalnya Habib versus non habib. Islam versus kafir. Pembela Islam versus komunis. Khilafah versus NKRI.
“Disengaja atau tidak, propaganda FPI telah membentuk habitus, membangun persepsi di alam bawah sadar dan menciptakan suasan batin anti pemerintah yang sah. FPI melakukan radikalisasi massa yang berujung pada aksi teror. Dibuktikan oleh tiga puluhan pelaku teror berlatar belakang FPI,” ujar Pengasuh PP Cigaru Komplek Al Jadid Majenang.
Ditambahkan Kiai Mazin yang juga pembina GusDurian Majenang, sejatinya, radikalisme dan terorisme tidak ada hubungannya dengan ajaran agama dan tidak ada kaitannya dengan kedalaman iman, ketaqwaan dan kedekatannya umat beragama kepada Tuhan. Karena kedalaman iman, ketaqwaan dan kedekatan dengan Tuhan adalah masalah hati. Bukan masalah politik, pemerintahan dan negara. Iman dan taqwa bersifat imanen (ada di dalam diri).
Oleh karena itu, radikalisme dan terorisme atas nama agama menjadi “fitnah” bagi agama dan umatnya. Sedangkan hal tersebut sebenarnya tidak sesuai dengan substansi dan tujuan agama itu sendiri. Tentu saja merugikan dan akan memecah belah umat beragama, serta merusak citra agama-agama. Radikalisme dan terorisme menjadi masalah bagi semua agama.
“Pembubaran FPI tidak melanggar prinsip kebebasan berkumpul/berserikat di era demokrasi. Pelarangan FPI, bukan pelarangan Islam. Apalagi kebencian kepada Islam. Saya Islam sejak lahir. Saya bukan FPI. Saya bebas menjalankan agama saya. Saya mengikuti pendapat jumhur ulama bahwa NKRI dan pemerintahannya absah secara syar’i, ulil amri yang wajib ditaati,” tandasnya. (san-3)