PURWOKERTO-Perhutani KPH Banyumas Barat berdamai dengan sejumlah warga Desa Petahunan Kecamatan Pekuncen yang terlibat penebangan pohon pinus di hutan petak 47, beberapa waktu lalu.
Mereka berdamai setelah dimediasi pihak Kejaksaan Negeri Purwokerto dan Pemkab Banyumas, Rabu (2/9), di kantor kejaksaan tersebut. Penandatangan berita acara perdamaian atau berkas perkara tidak dilanjutkan, dilakukan Ketua RW 5 Grumbul Curug Nangga, Siyo Sujono (55), yang sebelumnya sudah ditetapkan tersangka, dengan Admnistratur Perhutani KPH Banyumas Barat, Toni Kuspuja. Adapun Siyo mewakili 25 warga lain yang juga terlibat penebangan pohon pinus.
Penandatanganan disaksikan Kepala Kejari Purwokerto Sunarwan, Wakil Bupati Banyumas Sadewo Tri Lastiono dan Kepala Desa Petahunan Rochmat Fadli.
Kades Petahunan Rohmat Fadli menceritakan, kejadian itu bermula Mei lalu, warganya bersama ketua RW 5 melakukan kerja bakti pelebaran jalan. Karena jalannya sempit, sehingga menebang sejumlah pohon pinus milik Perhutani. Jalan yang dilebarkan itu, kata dia, di antaranya menghubungkan jalur antarkecamatan (Gumelar-Pekuncen).
“Warga butuh melebarkan jalan menjadi 3 meter, sehingga warga bekerja bakti. Kemudian warga menebang sekitar 27 pohon Pinus,” terangnya.
Penebangan tersebut kemudian diketahui oleh mandor Perhutani KPH Banyumas Barat, kemudian dilaporkan ke Polsek Pekuncen, dan akhirnya dibawa ke ranah hukum.
Administratur Perhutani KPH Banyumas Barat, Toni Kuspuja Hariyanto mengatakan, pihaknya melaporkan karena tanggal 5 Juni ada kejadian penebangan pohon di hutan petak 47 Samudera BKPH Muhir, tanpa prosedur. Setelah diproses, ada bekas tebangan (tunggak).
“Tapi ini bukan karena niat bisnis, namun ada pelebaran jalan yang arah ke (Desa) Petahunan. Yang ditebang ada sekitar 20-an pohon dan hutannya dalam kondsi bagus,” terangnya.
Pihaknya sepakat berdamai, selain tugas utamanya mengamankan dan mengelola hutan, jika terjadi pelanggaran dilakukan tindakan, juga tugas pembinaan. Pihaknya yakin, warga yang melakukan penebangan itu tidak ada unsur kesengajaan. Mereka juga baru kali pertama melakukan dan berjanji tidak mengulangi.
“Yang kita harapkan, hubungan ke depan antara Perhutani dengan masyarakat sekitar hutan di sana, makin kondusif,” ujarnya.
Kajari Purwokerto, Sunarwan mengatakan, jaksa memutuskan menempuh mediasi, setelah berkas perkara dari polisi dilimpahkan tahap dua, karena perkara tersebut memenuhi penyelesaian secara restorative justice. Syaratnya, tersangka baru pertama kali melakukan, kerugiannya tidak lebih dari Rp 2,5 juta. Kemudian ada pemulihan, rencana penanaman kembali atau pihak yang dirugikan dipulihkan haknya.
“Dan ini ada kesepakatan damai, dan pihak yang dirugikan memaafkan. Yang ditetapkan tersangka hanya satu tapi yang melakukan 25 orang. Ini kalau ditanggung renteng, satu orang hanya Rp 400.000. Jadi ini memenuhi syarat diterapkan restorative justice,” jelasnya.
Setelah ini, kata dia, pihaknya akan melaporkan ke Kejaksaan Tinggi, supaya berkas perkara bisa dihentikan. Wakil Bupati Sadewo Tri Lastiono mengatakan, sebelumnya ada pengaduan warga. Pihaknya sudah menasehati dan menerangkan tindakan yang dilakukan adalah salah.
“Yang penting setelah ini, jangan diulangi lagi. Harapan saya, untuk semuanya, jika ada urusan yang terkait dengan Perhutani untuk berkomunikasi secara terbuka saja. Apalagi pak bupati juga sudah ada MoU Perhutani Jateng,” katanya.
Siyo Sujono mengatakan, kendati pelebaran jalan itu untuk kepentingan umum, namun diakui, tindakan yang diambil memang salah. Pelebaran jalan, kata dia, sepanjang 75 meter dan lebar 4 meter.
“Selama tiga bulan saya memang sudah diproses, tapi tidak ditahan (tahanan luar). Dengan dimediasi ini, saya bersama warga berterima kasih telah dibantu penyelesaiannya,” katanya. (G22-3)