PURWOKERTO-Dua tersangka kasus melon green house, dugaan penyalahgunaan dana program Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk pemberdayaan masyarakat terdampak Covid-19 dari Kemensos untuk 48 kelompok penerima manfaat di Banyumas, menitipkan uang yang terlanjur dikelola ke penyidik Kejaksaan Negeri Purwokerto.
Dalam perkara ini, dua tersangka adalah AM (30), dan MT (37), keduanya warga Desa Sokawera Kecamatan Cilongok, selaku pengelola penghimpunan bantuan dari 46 kelompok penerima. Sejak statusnya dinaikan menjadi tersangka, keduanya tidak ditahan.
Kepala Kejaksaan Negeri Purwokerto, Sunarwan didampingi Kasi Tindak Pidana Khusus, Nila Aldriani mengatakan, dua tersangka sudah menitipkan sisa anggaran dari program tersebut.
Nilainya sekitar Rp 1,6 miliar, yang semula dikumpulkan dari 48 kelompok penerima. Uang itu dikumpulkan setelah dicairkan dari rekening masing-masing kelompok, setelah ditransfer pihak kementerian ke masing-masing bendahara kelompok.
“Mereka juga menitipkan uang sekitar Rp 1,6 miliar. Yang kita sita saat penyidikan, Rp 447 juta dan Rp 200 juta Kalau nanti terbukti, uang itu kembali ke negara, tapi kalu tidak diserahkan ke mereka (kelompok penerima),” katanya, Kamis (6/5).
Saat ini, total anggaran dari prohgram tersebut, sekitar Rp 2,120 miliar sudah dalam pengamanan atau sitaaan pihak kejaksaan. Perkara tersebut, lanjut Kajari, sudah masuk P-21 sejak Senin lalu.
“Setelah lebaran masuk tahap dua, kita limpahkan dari penyidik ke penuntut umum. Setelah itu baru pihak JPU yang mengjaukan jadwal persidanagan Pengadilan Tipikor,” katanya,
Sunarwan menandaskan, sementara ini tersangkanya hanya dua. Alasannya, alat bukti yang dikumpulkan hanya mengarah kepada dua tersangka tersebut.
Disinggung dua tersangka tersebut nantinya bakal ditahan atau tidak, katanya, hal ini tergantung dari pendapat penuntut umum. Saat diserahkan dari penyidik ke penuntut umum, mereka nanti akan mengeluarkan pendapat.
“Pada dasarnya penahanan itu ada unsur objek dan subjektif. Objektif itu berdasarkan UU, perkara ini dengan pasal ini misalnya bisa ditahan atau tidak. Pasal 2,3 bisa ditahan. Tapi ada unsur subjektifnya. apakah penilaian dari penutut umum, tersangka ini ada potensi menghilangkan barang bukti, melarikan diri, itu hak penuntut umum,” tandasnya.
(Baca Juga : Kasus Program JPS Kemensos, Kejaksaan ‘Kunci’ Hanya Dua Tersangka)
Tidak Ditahan
Selama tahap penyidikan kasus green melon, katanya, dua tersangka tidak ditahan, karena dinilai kooperatif dan tidak bakal melarikan diri dan menghilangkan barang bukti. Karena uang dan berkas dokumen terkait pengelolaan kegiatan tersebut, juga sudah diamankan.
Seperti diberitakan, dalam perkara ini, selain menetapkan dua tersangka, Kejari Purwokerto telah mengamankan sejumlah barang bukti. Di antaranya menyita uang dari dua tersangka, sekitar Rp 600 juta (dua kali sitaan). Sejumlah buku rekening tabungan dari beberapa kelompok penerima manfaat, perangkat komputer dan berkas dokumen lain.
Program JPS ini dikucurkan Kemensos tahun 2019-2020, dengan nilai anggaran sekitar Rp 2,120 miliar. Program ini disalurkan untuk 48 kelompok penerima manfaat, tersebar di 27 kecamatan. Namun saat pemanfaaatnya, usai dicairkan, dananya dihimpun menjadi satu oleh dua tersangka, untuk dikelola menjadi usaha bisnis bersama. Yakni budidaya buah melon dengan nama Melon Green House, di Desa Sokawera.
Tersangka menyatakan, penghimpunan dalam satu usaha bersama itu berdasarkan hasil kesepakatan bersama ketua kelompok penerima. Selain itu, pihak Kemensos juga membolehkan.
Tujuannya, jika dikelola masing-masing lewat kelompok penerima tidak bisa berkelanjutan. Namun pihak kejaksaan menilai, sesuai dengan ketentuan, program itu disalurkan per kelompok, bukan dikelola oleh satu kelompok pengelola utama. (aw-3)