PURWOKERTO – Metode belajar filosofi sangat jarang diajarkan di negara-negara Asia. Hal tersebut hanya ditemukan di universitas atau kelompok /kelas studi yang terfokus untuk mempelajari filosofi.
Fasilitator dari Yayasan BIJAK (Bringing Improved Judgement and Knowledge) Pendidikan Filosofi, Nageeb Gounjaria mengemukakan, kondisi tersebut berbeda dengan negara benua Eropa maupun Amerika. Pelajar usia sekolah dasar sudah mulai dilatih untuk membicarakan hal-hal yang bersifat analisa, menggunakan logika, berpikir kritis tentang topik sehari-hari.
“Orang-orang Asia sangat jarang memiliki kesempatan itu (berpikir kritis). Satu contoh adalah cinta seperti yang kita bahas ini. Saya tidak memberitahu peserta tentang apa itu cinta, tapi saya mengajak mereka untuk membicarakan dan memaknai apa itu cinta,” katanya usai diskusi interaktif berbahasa Inggris, Philosophy Cafe bertema “What Is Love?” di Society Coffee House Purwokerto, Sabtu (29/2).
Master of Arts in Philosophy di National University of Singapore ini mengatakan, apabila seseorang menyukai lawan jenisnya, itu belum bisa dikatakan cinta. Cinta bisa saja berarti negatif bahkan desktruktif. Sebab, persoalan cinta sangat luas dan kompleks.
“Itu yang saya gali dari mereka, lalu dipikirkan ulang dan dimaknai lagi. Ternyata memang banyak orang yang membutuhkan dialog tentang cinta ini,” tambahnya.
Berkeliling
Setelah diskusi ini, Nageep memutuskan untuk berkeliling negara Asia terutama Indonesia untuk menggelar kelas filososi serupa. Menurutnya, orang Indonesia membutuhkan wawasan baru untuk membicarakan tema yang sangat dekat dengan diri sendiri.
Salah satu peserta diskusi, Joko Nova Ariyanto mengaku mendapatkan inspirasi baru usai mengikuti dialog tersebut. Sebab selama ini, Joko yang merupakan pegawai negeri sipil lebih sering membahas hal-hal yang bersifat formal.
“Saya dari pemerintahan itu yang dibahas biasanya hal formal. Ini memberikan wawasan karena membicarakan hal yang penting dan temanya sehari-hari tapi jarang dibahas. Kebanyakan cinta itu mencintai lawan jenis. Tapi ternyata lebih dari itu. Cinta dengan teman, sahabat, orang tua, anak, barang juga Tuhan,” kata Kepala Sub Bidang Pembangunan Inovasi dan Teknologi Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappedalitbang) Banyumas ini.
Partisipan lainnya, Astri Alfani Dewi menuturkan, materi yang disampaikan membuka perpektif lain tentang arti cinta. Bahkan bisa dibedah dari berbagai sudut pandang.
“Materi dan metode seperti ini harus sering diajarkan untuk semua orang pada usia produktif. Tidak hanya teori saja tapi juga membuat mereka berpikir kritis lalu menemukan problem solving,” ujar pengajar Bahasa Inggris di Universitas Muhammadiyah Purwokerto ini.
Direktur Eksekutif Yayasan BIJAK Pendidikan Filosofi, Anggita Dini mengatakan, diskusi yang pertama kali digelar di Indonesia ini masih dalam suasana perayaan Hari Kasih Sayang. Diskusi interaktif kali ini mengajak partisipan menganalisis konsep cinta. Dini menambahkan, Yayasan BIJAK merupakan organisasi nirlaba yang berbasis di Jakarta dan beroperasi di Asia Pasifik. Fokus organisasi ini adalah memberikan pelatihan keterampilan filosofi kepada masyarakat umum. (K35-60)