BAGI pecinta sastra tentulah tak asing dengan tiga roman atau novel legendaris karya sastrawan ternama tanah air. Mari kita simak tiga roman atau novel legendaris ini. Bagi anda yang belum baca, anda patut baca terutama bagi kalangan generasi muda. Dari roman atau novel legendaris ini kita bisa belajar sejarah, intrik politik, asmara dan filsafat sekaligus.
Kita tak perlu meragukan lagi kualitas karya sastra legendaris ini para sastrawan besar negeri ini. Berikut ini perihal singkat tiga roman atau novel legendaris itu:
1. Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer
Bumi Manusia menjadi salah satu dari karya empat masterpiece tetralogi Pulau Buru. Pramoedya Ananta Toer atau Pram mengarang novel ini selama mendekam di penjara Orde Baru tanpa pengadilan. Banyak yang selalu mengaitkan sosok pengarang novel ini sebagai bagian dari Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) ini.
Dalam Bumi Manusia, Pram menceritakan secara lisan cerita tentang sosok Minke, seorang pribumi bangsawan yang mendapatkan pencerahan pendidikan Eropa di masa kolonial Belanda. Di Bumi Manusia yang menjadi karya perdana sebelum Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca ini, Pram menceritakan Minke yang mendapatkan pendidikan kedokteran Belanda, menghadapi stigmatisasi pribumi, kolonialisasi hingga feodalisme Jawa.
Dalam karya prosa terlarang di masa orde baru ini, Pram bercerita perjalanan kisah cinta pertama Minke dan Annelies, seorang anak seorang Nyai Ontosoroh yang menjadi isteri dari seorang Belanda. Di ending novel ini, pembaca harus menghadapi kenyataan pahit ketika Minke harus berpisah dengan Annelies.
2. Rara Mendut karya YB Mangunwijaya
Sebelum Romo Mangun, panggilan akrab YB Mangunwijaya membuat karya Rara Mendut, kisah ini telah menjadi kisah rakyat tepatnya pemberontakan rakyat terhadap kesewenang-wenangan penguasa. Tak hanya soal kekuasaan pajak dan sebagainya, rakyat juga harus menghadapi watak lalim penguasa yang juga menginginkan wanita sebagai simbol kekuasaan atau bukti kekuasaannya. Tapi ternyata dalam buku pertama dari Trilogi Rara Mendut ini, Romo Mangun bercerita tentang sosok Mendut.
Gadis Pesisir
Mendut adalah gadis pesisir yang berani hingga siap melakukan apapun untuk mempertahankan kesetaraannya, prinsip hingga cintanya bersama dengan Pranacitra. Ia rela melakukan apapun untuk melawan tirani dari Wiraguna yang ingin merampas semua. Kisah ini menjadi kisah yang sangat dramatis bahkan melebihi kisah Romeo Juliet. Romo Mangun sangat detail membuat gambaran setting, psikologis penguasa Jawa, wanita Jawa dan kebudayaan Jawa saat itu. Karya berikutnya setelah Rara Mendut adalah Genduk Duku dan Lusi Lindri.
3. Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari
Tentu anda tak asing dengan nama Ahmad Tohari. Melalui karya fenomenalnya ini, Kang Tohari sastrawan asal Banyumas menggambarkan tragedi yang menimpa seorang ronggeng dari Jawa bagian selatan. Di roman pertamanya Tohari menjelaskan detail sosok Srintil yang menjadi simbol identitas Dukuh Paruk, dukuh terpencil, terbelakang dengan segala kejahiliyahannya. Novel pertama sebelum Jentera Bianglala dan Lintang Kemukus Dinihari ini, Ahmad Tohari menggambarkan sosok Srintil yang menjalani kehidupan lacur seorang ronggeng, menjadi milik umum khususnya dalam ritus Bukak Klambu yang menjadi episode Sayembara Perebutan Keperawanan seorang ronggeng idola. Dengan piawai Tohari menceritakan psikologis Rasus, seorang anak Dukuh Paruk kekasih Srintil yang menjadi tentara.
Demikian sinopsis singkat tentang tiga novel legendari karya sastrawan ternama di negeri ini yang tak kalah dengan sastrawan dunia lainnya. Semoga dengan rekomendasi bacaan prosa kali ini kita khususnya yang ada di Banyumas bisa terus menjaga imun. Membaca prosa bisa menjadi pengisi kegiatan di rumah saja di tengah pandemi Covid-19 sesuai dengan imbauan Dinas Kesehatan Banyumas.(Susanto-)