CILACAP-Usai jamaah salat tarawih, Sabtu (17/4) malam, anak-anak muda dari sejumlah desa di Kecamatan Majenang, hadir untuk nonton bareng (nobar), tadarus dan diskusi Film Dokumenter Kinipan di Fatwa Angkringan Jalan Kedoya Pahonjean, Majenang, Cilacap.
Nobar dan diskusi film yang berkisah tentang ‘Pandemi, Omnibus Law dan Lumbung Pangan’ diselenggarakan Sekolah Seni Lembaga Seniman Budayawan Muslim Indonesia (Lesbumi) Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Majenang Cilacap kerjasama Watchdoc Documentary.
Terlihat beberapa filmaker, mahasiswa, beberapa pemuda, penggiat lingkungan di Majenang, Cilacap, memadati arena layar tancep kinipan mereka seksama melihat secara lengkap kisah yang ada pada film Kinipan.
“Film ini menyadarkan kita tentang keadaan Indonesia kekinian, kebencanaan alam yang secara kolosal tengah melanda negeri ini, di beberapa daerah, mulai dari Kalimantan dan terakhir banjir di NTT itu disinyalir sebab kerusakan hutan, sebuah fragmentasi nyata dari ketidakseimbangan ekosistem alam di negeri ini. Kerusakan lingkungan yang kian parah,” jelas Gus Imam Hamidi Antassalam, Ketua Umum Lesbumi Majenang sekaligus Direktur Sekolah Seni Majenang saat memantik diskusi film Kinipan.
Kinipan adalah film dokumenter produksi Watchdoc yang diluncurkan pada 27 Maret 2021 lalu di Kinipan.
Tergerus Invasi Sawit
Dijelaskan Kinipan adalah sebuah desa di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, alamnya tergerus karena invasi perkebunan sawit sejak beberapa tahun lalu. Digambarkan dalam film, kerusakan hutan di Kinipan terjadi dan masyarakatnya tersingkir.
Perwakilan Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Sufyan Tsauri (STAIS) Majenang, Muhamad Ashrof Khaerudin, mengaku senang, karena pengetahuan serta acara seperti ini tidak didapat di materi perkuliahan.
Mewakili Pemuda Desa Pahonjean, Lukman Haryanto, mengatakan film kinipan memberi wawasan dan nilai edukasi penting bagi pemuda bagaimana memandang ekosistem sebagai satu kesatuan alam dan manusia saling membutuhkan dan melindungi.
“melihat kondisi kerusakan lingkungan sebenarnya isu yang sudah berlangsung lama, kiranya sejak revolusi hijau era Soeharto, dan diperparah dikondisi sekarang ini dan barangkali pemuda belum bisa berbuat banyak, tapi paling tidak bikin tambah masalah.” tegasnya.
Mewakili mahasiswa Institut Sekolah Seni Yogyakarta, Wahyu Cimanggu menyampaikan pentingnya bagi pemuda untuk berpikir panjang bagaimana memperlakukan lingkungan dengan memperhitungkan 10-20 tahun kedepan.
“Anak cucu bisa menikmati masa depannya dengan apa yang kita tanam hari ini.” tandasnya.(san-3)