PURWOKERTO – Supriyadi (59), ketua pengurus Yayasan Karya Dharma (YKD) Banyumas 1980 dan Mohammad Zakaria (42), pembina yayasan tersebut, dilaporkan ke Polresta Banyumas, terkait dugaan pemberian keterangan palsu saat pembuatan akta notaris yayasan tersebut.
Pihak pelapor ada empat orang, semuanya merupakan pengurus Yayasan Karya Dharma Banyumas terakhir akta perubahan nomor 2 tahun 1999. Yakni Haryanto Pudjo, Sri Hening Prasastono dan Kwintadi Irianto.
“Keduanya kita laporkan karena memberikan keterangan palsu pada akta otentik dalam akta nomor tahun 2017 oleh notaris Agus Padoman dan sudah mendapatkan pengesahaan dari Kemenkumham, tanggal 31 Januari 2017 dengan nama Yayasan Legiun Veteran Karya Dharma Banyumas. Kemudian diubah lagi menjadi Yayasan Karya Dharma Banyumas 1980 berdasar akta nomor 15 tahun 2020 oleh notaris Prian Wistiarso dan juga sudah disahkan Kemenkumham,” katanya, Rabu (9/9).
Menurutnya, dugaan pemberian keterangan palsu kedua terlapor, yakni memasukkan aset dan kekayaan Yayasan Karya Dharma Banyumas, dengan alamat Jalan dokter Angka 56 Purwokerto ke dalam yayasan terlapor.
Satu diantaranya, katanya, sertifikat hak guna bangunan (HGB) No 82 tahun 1983 atas nama Yayasan Karya Dharma Banyumas, seluas 12.500 meter persegi, terletak di Kelurahan Sokanegara Kecamatan Purwokerto Timur.
(Baca Juga : Penanganan Laporan YKD Banyumas 1980 Tak Dihentikan)
“Padahal aset tersebut sertifikat (HGB) tahun 2004 kita jaminkan di Bank Jateng untuk pinjaman sebesar Rp 750 juta. Kredit lima tahun ini sudah lunas, dan saat kita mau mengambil ditolak oleh Bank Jateng. Alasan pihak bank, karena terlapor mengklaim aset itu menjadi aset milik yayasan itu,” katanya.
Pudjo menegaskan, yayasan dari pelapor tersebut tidak ada hubungan langsung dan tidak langsung dengan Yayasan Karya Dharma Banyumas sampai perubahan akta nomor 2 tanggal 1 Maret 1999 yang dibuat dihadapan notaris Gati Sudardjo.
Akta Yayasan
“Karena aset dan kekayaan yayasan kami dimasukkan ke dalam akta yayasan terlapor, sehingga Bank Jateng Purwokerto yang menyimpan sertifikat SHGB No 62 sampai sekarang tidak mau menyerahkan kembali ke kami sebagai debiturnya,” terangnya.
Lebih lanjut dia menerangkan, terlapor Supriyadi sebelumnya tidak masuk dalam kepengurusan YKD Banyumas sejak berdiri tahun 1980 hingga perubahan akta nomor 2 tahun 1999.
Mereka, tandas dia, juga tidak bertindak sebagai debitur dan tidak pernah melakukan angsuran ke Bank Jateng atas pinjaman Rp 750 juta, dan sudah lunas.
“Namun mereka berusaha untuk mengambil sertifikat di Bank Jateng yang masih atas nama YKD Banyumas. Bahkan beberapa kali menggugat, namun kalah dan keputusannya sudah inkrah (tetap),” katanya.
Dia mengungkapkan, tahun 199, ia diangkat sebagai wakil ketua pengurus YKD Banyumas, oleh dua orang pendiri yang masih hidup pada waktu itu, yakni Abdul Kadir dan Sukarto. Tahun 2001, pemerintah mengeluarkan UU Yayasan yang diperbaharui tahun 2004. Di UU tersebut, yayasan lama diberi kesempatan untuk menyesuaikan.
“Namun sampai sekarang kita (YKD Banyumas) belum menyesuaikan, tapi secara badan hukum tidak bubar karena masih tercatat di Pengadilan Negeri Purwokerto, karena belum dibubarkan. Yayasan ini hanya tidak boleh melakukan kegiatan keluar. Yang boleh membubarkan yayasan adalah pendiri dan pengurus,” tandasnya.
Pihaknya akan membubarkan yayasan sesuai mekanisme yang diatur dalam UU Yayasan, setelah menyelesaikan tanggungan, yakni mengambil sertifikat di Bank Jateng sertifikat (HGB No 82).
Salah Alamat
Supriyadi dikonfirmasi terpisah mengatakan, posisi menjadi pengurus sudah sesuai aturan UU Yayasan. Karena saat itu, salah satu pendiri, Abdul Kadir, sudah mengundang pihak pelapor untuk rapat perubahan yayasan (penyesuaian UU Yayasan).
Namun yang bersangkutan diundang sampai beberapa kali tidak hadir. Sehingga Yayasan Legiun Veteran Karya Darma Banyumas, kini menjadi Yayasan Karya Dharma Banyumas 1980, sudah sah sesuai aturan UU.
“Karena sudah sesuai prosedur, maka aset sertifikat HGB No 82 yang notabene masuk dalam kekayaan Yayasan Karya Dharma Banyumas tahun 1980, bisa masuk dalam akta saya, karena saya sebagai penerus akta tahun 1980. Makanya saat saya bawa ke Kemenkumham bisa disahkan,” tegasnya.
Pihaknya juga memiliki dokumen tanda tangan basah pendiri Abdul Kadir (almarhum), yang menuntut pengurus lama yang menggadaikan sertifikat di Bank Jateng, tidak seizin pendiri. Tahun 1994, Abdul Kadir, selain sebagai pendiri, juga sebagai ketua pengurus Yayasan Karya Dharma Banyumas. Sehingga berkepentingan untuk melindungi aset tersebut.
Mohammad Zakaria mengatakan, karena aset tersebut milik yayasan, sehingga laporan yang bersifat pribadi (empat pelapor), dianggap salah sasaran.
“Kalau mereka menganggap pengurus lama, rapat pertama sebelum dilakukan perubahan, mereka (Haryanto Pudjo) sudah dipanggil rapat sampai lima kali, tapi tidak mau datang. Rapat itu untuk penyesuaian UU Yayasan,” katanya terpisah. (G22-1)