JAKARTA – Acara Festival Ayo Guru Berbagi yang di siarkan dari kanal YouTube Ditjen GTK Kemendikbud RI, Senin (22/11), kembali mengulas mengenai literasi yang harus di kembangkan para guru kepada para murid-murid pada Senin (22/11/2021).
Salah satu nara sumber yang menggencarkan literasi, yakni Gilang Asri Devianti, guru Bahasa Inggris SMP Negeri 2 Cileunyi sekaligus Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) menuturkan, bahwa literasi bukan hanya soal membaca.
”Literasi bukan soal baca, tapi lebih kepada mengembangkannya. Apakah literasi itu membaca? ya, literasi itu salah satu bentuknya membaca bisa di sebut dengan traditional alphabetic literacy. Tetapi sekarang kita harus melangkah ke tahapan selanjutnya,” tuturnya.
Acara di lakukan dengan tujuan berbagi metode dan konsep-konsep belajar antar sesama guru. Hal ini di lakukan berkenaan dengan pelaksanan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang di lakukan secara bergantian.
Sehingga antarguru di seluruh Indonesia dapat berbagi pengalaman dan solusi menghadapi situasi saat ini.
Adapun tema yang di ambil dalam Acara ini “Memahami Literasi Lebih dari Sekedar Aksara” yang di pandu Moderator Danang Satria Darmalaksana, Guru Bahasa Indonesia SMA Sumbangsih Jakarta.
Dalam materi yang di tuturkan Gilang Asri Devianti, ada beberapa hambatan dan tantangan dalam Pembelajaran Jaran Jauh dan Pembelajaran Tatap Muka. Yaitu berkenaan mengenai kurikulum, teknologi bagi siswa dan guru, etika berinternet, budaya Copy Paste dan ketakutan menghadapi Learning Loss.
Hambatan dan tantangan tersebut dapat di sangkal dengan mengenal lima komponen literasi guna meningkatkan Critical Thinking pada siswa, yaitu :
1. Communication Literacy : kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik dengan orang lain dan memahami situasi sosial di sekitarnya.
2. Cultural Literact : kemampuan untuk memahami tradisi dan aktivitas seseorang dari berbagai budaya.
3. Emotional Social Literacy : kemampuan untuk membaca dan merespon perasaan yang baik antara satu sama lain.
4. Social Literacy : kemampuan untuk membangun dan menjaga perasaan menghargai dalam lingkungan sosial.
5. Media and Information Literacy : Kombinasi antara pengetahuan, sikap, keahlian dan praktek dalam menganalisis, evaluasi, memproduksi dan mengkomunikasikan informasi dengan cara yang baik.
Lima komponen ini dapat membuat murid memiliki Critical Thinking, baik dalam mengelola informasi maupun mengkomunikasikan informasi tersebut dengan cara yang baik.
Jadi Fondasi
Ia pun melanjutkan, membaca memang menjadi fondasi. Baru kemudian meningkatkan kemampuan lainnya, yaitu kelima komponen tersebut.
”Membaca jadi fondasi, nanti baru meningkatkan komponen-komponen literasi lainnya. Contoh latar budaya mempengaruhi dan kita tidak bisa mengambil sudut satu saja, sehingga butuh kemampuan literasi lainnya,” lanjutnya.
Tak tanggung-tanggung, ia memberikan beberapa contoh praktek bukan hanya membuat murid menjawab pertanyaan. Namun, turut ikut berpikir.
Salah satu praktek yang di tampilkan adalah menanyakan pendapat pada sebuah media iklan kecantikan. Kemudian, membandingkan wanita dengan kulit hitam dan kulit hitam.
Dari pendapat tersebut, guru dapat melihat respon murid dan mengarahkan pada bentuk komponen emotional literacy, cultural litercy sampai media and information literacy.
Murid akan di dorong untuk berpikir kritis dan memahami pemaknaan dari gambar iklan kecantikan tersebut. ”Literasi menstimulus, membongkar makna dari teks atau gambar. Literasi mengaitkan dengan apa pesan di dalamnya dan mendorong untuk memandang sudut pandang lain,” jelasnya.
Hal ini pun berlaku pada anak PAUD, murid SD, murid SMP dan Murid SMA. Metode menyesuaikan dengan tingkatan anak. Sebut saja bagi anak PAUD dapat di mulai dengan berdongeng.
Mendongeng pun dapat di dorong untuk meningkatkan daya analisis dan prediksi cerita. Bisa dimulai dengan menanyakan prediksi cerita dari dongeng tersebut.
Adapun pesan yang di ungkapkan Gilang Asri Devianti, Critical Thinking ini di perlukan agar murid-murid tidak tergerus pada arus yang salah dan tidak mengintimidasi mereka untuk mengikuti tren berdasarkan standar-standar tertentu. Ambil contoh iklan kecantikan.
Selain itu, para guru harus mampu merancang metode dan konsep yang mendorong murid berpikir. ”Rancang pertanyaan yang buat anak berpikir. Kita memberikan teks kita mulai melangkah tidak hanya jawaban, tapi juga hal-hal yang membuat mereka berpikir. Tak lupa, membandingkan berbagai sumber. Anak2 bisa membandingkan dari berbagi sumber,” tandasnya.(mg01-7)