PURWOKERTO, Suarabanyumas.com – Menjadi seorang polisi bukan hanya soal tugas dan tanggung jawab, tetapi juga soal pengorbanan. Aiptu Raden Sutrisno Wibowo (49), anggota Banit Provost Polresta Banyumas, adalah bukti nyata dedikasi tanpa batas. Selama 24 tahun, ia berdinas dengan sebuah proyektil peluru bersarang di kaki kanannya—kenangan abadi dari tugas negara di medan konflik.
Sekilas, tak ada yang berbeda dari pria bertubuh tegap ini. Sosoknya tetap aktif melatih taekwondo dan menjalankan tugas kepolisian seperti biasa. Namun, di balik ketegarannya, tersimpan kisah perjuangan yang luar biasa.
Tertembak dalam Operasi di Aceh
Kisah ini bermula pada tahun 2000, saat Bowo—begitu ia akrab disapa—bertugas di Resimen 3 Pelopor Kelapa Dua Jakarta Timur. Kala itu, ia mendapat perintah untuk mengikuti Operasi Sadar Rencong di Aceh, sebuah operasi kepolisian dalam menghadapi kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Dalam misi penyergapan dan penyelamatan anggota Brimob di Aceh Timur, pasukan yang ia pimpin berhasil menjalankan tugas. Namun, saat hendak kembali, mereka disergap dari dua arah. “Saya berada di posisi paling belakang untuk melindungi rekan-rekan yang naik ke truk. Tapi saya justru diberondong tembakan dari kanan dan kiri,” kenangnya.
Bowo terjatuh dengan tiga peluru bersarang di tubuhnya—satu menembus tangan, satu menyerempet dada, dan satu lagi bersarang di atas lutut kanannya. Ia langsung dievakuasi ke Medan dalam kondisi kritis, kehilangan banyak darah hingga harus mendapatkan enam kantong transfusi.
“Di rumah sakit Polda Sumut, saya dioperasi. Dua proyektil bisa diambil, tapi satu di kaki kanan tidak bisa, karena kalau diangkat saya bisa lumpuh total,” ujar Bowo. Setelah dua bulan menjalani perawatan, ia akhirnya dipulangkan ke Jakarta, lalu kembali ke kampung halamannya di Jawa Tengah dalam kondisi menggunakan kursi roda.
Tetap Berdinas dengan Luka yang Tak Hilang
Meski menyandang cedera permanen, Bowo tetap berdinas seperti biasa. Ia mengaku, proyektil di kakinya tidak menghalangi tugasnya, meskipun saat cuaca dingin, rasa nyeri kerap menyerang.
“Awalnya terasa sulit, tetapi saya sudah terbiasa. Sekarang saya tidak terlalu merasakan sakitnya lagi,” katanya dengan nada ringan.
Atas pengabdiannya, Bowo mendapatkan penghargaan dari Kapolri sebagai salah satu anggota yang terluka di medan tugas. Penghargaan ini diharapkannya bisa berguna bagi anaknya yang tahun ini ingin mendaftar kepolisian.
“Saya berharap anak saya bisa lolos melalui jalur prestasi olahraga, hafalan Quran, serta penghargaan yang saya terima saat berdinas,” ujarnya penuh harap.
Sebagai seseorang yang telah melewati banyak pengalaman di kepolisian, Bowo berpesan kepada rekan-rekan sejawatnya untuk selalu ikhlas menjalankan tugas.
“Menjadi polisi adalah tugas mulia. Apapun yang terjadi dalam hidup kita, itu adalah bagian dari takdir dan pengabdian kepada negara,” tuturnya.
Perjalanan hidup Aiptu Bowo adalah cerminan keteguhan hati dan pengorbanan. Dengan proyektil yang masih bersarang di kakinya, ia tetap berdiri tegap, melangkah, dan mengabdi tanpa ragu—sebuah dedikasi yang tinggi.