PURWOKERTO – Beras yang dipasok dari bulog untuk program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kabupaten Banyumas sebagian besar dalam kondisi jelek. Sebab, beras yang sudah disimpan cukup lama.
Padahal setiap keluarga penerima manfaat (KPM) dijatah harus membeli 14 kilogram. Jumlah penerima di Banyumas ada 146.097 KPM, dengan jatah per KPM Rp 200.000 atau dalam satu kali penyaluran (per bulan ada peredaran uang yang harus habis dibelanjakan sekitar Rp 28 miliar di kabupaten Banyumas).
“Hasil pengecekan kita (Komisi III dan IV) ke gudang bulog, beras yang dipakai untuk menyuplai ke KPM, merupakan hasil penggilingan pengadaan Mei tahun 2019 lalu. Padahal dalam program BPNT, KPM berhak memilih dan mendapatkan beras dalam kualitas bagus,” kata anggota Komisi III DPRD Banyumas, Setya Ari Nugraha, saat sidak ke Gudang Bulog Cindaga, Selasa (17/3).
Menurutnya, secara regulasi KPM tidak ada kewajiban membeli beras produksi dari bulog, melalui agen atau e-warung yang dipasok oleh bulog dengan jaringan pemasok yang sudah ditunjuk.
“Dasarnya hanya surat edaran (SE) dari Kemensos bukan keputusan, dan surat edaran kan tidak bisa sebagai konsideran, hanya himbauan hasil koordinasi tingkat menteri. Mengacu pada Perpres no 63 Tahun 2017 tentang Pedoman Umum Sembako, di sana juga tidak menjelaskan harus membeli dari bulog. Jadi kalau dasarnya SE ini lemah,” ujarnya.
Masa Paceklik
Hasil konfirmasi dengan pihak Bulog Banyumas, katanya, diakui dari akhir tahun 2019 sampai Maret ini merupakan masa paceklik, belum panen. Bulan ini saja, katanya, bulog hanya pengadaan 200 ton. Sehingga beras yang dipakai untuk memasok program BPNT memakai beras lama.
“Di Gudang Cindaga dari 500 ton dengan sampel yang berbeda-beda, kondisinya tidak sama. Tapi bisa disimpulkan ini bukan beras baru, tapi lama,” tandasnya.
Karena kondisinya banyak yang tidak baik, pihak bulog, lanjut dia, minta kesempatan untuk memperbaiki kualitas karena April memasuki panen sehingga akan memakai beras baru. Namun ditekankan, dari pengalamaan pengadaan gabah bulog, kata Ari, biasanya hasil panen baru disimpan dulu, dan stok lama dikeluarkan atau dihabiskan dulu.
“Kita dari DPRD sudah minta agar KPM diberikan kebebasan untuk memilih atau membeli beras langsung ke petani melalui agen. Tidak melalui model diorganisir seperti ini lagi,” tandasnya.
Wakil rakyat dari PKS, sesuai Perpres No 63/2017, kendali uang ada di KPM. Makanya KPM yang berhak menentukan dalam membelanjakan. Pihaknya juga sudah menyampaikan, bahwa kendali untuk menentukan pilihan beras bukan ada di dinas sosial dan bulog. termasuk pihak ketiga dari perusahaan tertentu yang
berhimpun di wadah Koperasi Rasra dari Jakarta.
“kebijakan ini (BPNT) kan beda dengan raskin dulu. Kalau raskin kendali kebijakan ada di pemerintah dan bulog. tapi ini kan uang diberikan ke KPM untuk dibelanjakan sesuai juklak. Artinya KPM yang punya kedaulatan, bukan dikendalikan atau intervensi dari dinas dan pihak tertentu. Kasih KPM yang mestinya dapat barang dengan mutu kualitas sesuai harga yang harus dikeluarkan,” ujarnya.
Monopoli Dihentikan
Sementara itu, hasil koordinasi Komisi III dengan Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Senin lalu, menurut Ketua Komisi III, Rachmat Imanda, disepakati model monopoli penyaluran sejumlah komoditas bahan pangan untuk BPNT dihentikan.
“Sesuai aturan penyuplai dan pemasok tidak boleh ditentukan si A atau si B, dan mulai bulan depan tidak ada lagi pemaksaan untuk pihak tertentu. Bulan ini pihak yang berhimpun di Koperasi Rasra masih diberi kesempatan, karena penyaluran sudah berjalan mulai hari ini (kemarin-red). Agen-agen (e-warung) dan KPM berhak menentukan sendiri,” kata Imanda.
Kesepakatan lain, lanjut dia, penyaluran bulan ini, kualitas produk harus sesuai dengan harga yang dibayarkan oleh KPM melalui agen dengan model menggesek uang diteriam, per KPM Rp 200.000.
“Alasan dinas sudah menawarkan ke paguyuban dan dijawab tidak sanggup. Masalahnya penawaran itu disampaikan ke paguyuban waktunya sudah mepet dengan masa penyaluran, ya pasti tidak sanggup. Harus sebulan sebelumnya sudah diputuskan diserahkan ke paguyuban e-warung, supaya ada nilai pemberdayaan ekonomi lokal, bukan monopoli pihak luar daerah seperti ini,” ujar wakil rakyat dari Gerindra ini.
Kepala Dinsospermades, Kartiman mengatakan, sesuai permintaan Komisi III dan IV, program BPNT ini harus betul-betul untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat. Masalah penyuplai (wadah Koperasi Rasra-red), katanya, secara teknis akan dibahas lebih lanjut.
“Sesuai juklak, ujungnya memang ada di e-warung dan KPM. Cuma ada fasilitasi, seperti di tempat kami (Dinsospermades), tapi hanya mengendalikan. Sebenarnya adaporsi masing-masing. Cuma karena porsi pengadaannya banyak, pasti banyak yang ikut berkepentingan,” katanya.(G22-20)