JAKARTA – Persentase jumlah penduduk buta aksara di Indonesia mengalami penurunan, seiring terlaksananya sejumlah strategi inovatif dari pemerintah dan sinergi dari berbagai pemangku kepentingan.
”Persentase buta aksara tahun 2019 sebanyak 1,78 persen atau 3.081.136 orang. Pada tahun 2020 turun menjadi 1,71 persen atau menjadi 2.961.060 orang,” kata Dirjen PAUD Dikdasmen Kemendikbudristek, Jumeri pada Bincang Pendidikan secara virtual di Jakarta seperti dilansir dari website Kemdikbud.go.id.
Beberapa langkah strategis yang telah pemerintah lakukan dan mampu mendorong percepatan penuntasan buta aksara di Indonesia, antara lain pemutakhiran data buta aksara bekerja sama dengan BPS.
”Dengan demikian, dapat terukur capaian penuntasan buta aksara dan bisa mengetahui peta sebaran penduduk buta aksara tersebut sampai tingkat provisni dan Kabupaten/Kota,” jelas dia.
Mengacu pada peta sebaran buta aksara tersebut, lanjut dia, pihaknya menetapkan kebijakan layanan program pendidikan keaksaraan.
Langkah kedua, peningkatan mutu layanan pendidikan dan pembelajaran keaksaraan dengan fokus utama pada daerah tertinggi persentase buta aksaranya.
Sistem Blok
Kemdikbudristek melakukan pemberantasan buta aksara dengan sistem blok atau klaster, yaitu memusatkan program di kabupaten terpadat buta aksara pada lima provinsi yang tinggi buta aksaranya, yaitu Papua (22,03%), NTB (7,52%), Sulawesi Barat (4,46%), NTT (4,24%), dan Sulawesi Selatan (4,11%). (Sumber: Susenas BPS RI, 2020).
Sistem blok dalam penuntasan buta aksara ini cukup efektif dalam upaya menurunkan persentase buta aksara. Bagi wilayah yang memiliki kekhususan, Kemendikbudristek juga menggulirkan program-program keaksaraan dengan memerhatikan kondisi daerah dan kearifan budaya lokal.
”Hal ini sebagai upaya untuk menjangkau yang tak terjangkau,” lanjut Dirjen Jumeri.
Langkah ketiga, Kemendikbudristek mengembangkan jejaring dan sinergi kemitraan lintas sektor dalam penuntasan buta aksara dan pemeliharaan kemampuan keberaksaraan warga masyarakat.
”Mekanismenya dengan melakukan sharing anggaran antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Selain itu, kemitraan dengan perguruan tinggi, melalui KKN Tematik dengan sasaran lembaga pendidikan nonformal dan organisasi mitra yang bergerak di bidang pendidikan, seperti Aliansi Masyarakat Adat,” terangnya.
Perlu Inovasi
Tahap akhir, untuk mengimplementasikan layanan program pada daerah terpadat tersebut, perlu adanya inovasi, seperti inovasi layanan program secara daring sehingga mempercepat akses oleh penyelenggara, pendidik, peserta didik melalui http://dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id dan http://sibopaksara.kemdikbud.go.id.
Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus (PMPK), Samto mengakui, upaya penurunan angka buta aksara menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah tidak efektifnya pembelajaran di masa pandemi.
”Oleh karena itu, nanti kita akan coba tekankan program untuk wilayah yang tinggi tingkat kebutaaksaraannya. Semua anggaran kita fokuskan untuk memberantas buta aksara di lima wilayah terendah. Jika pada lima wilayah tersebut buta aksaranya rendah, maka akan meningkatkan angka melek aksara secara agregat,” jelasnya.(*-6)