PURWOKERTO–Mantan perangkat Desa Pejogol Kecamatan Cilongok Herin Purwanto, tak lama lagi bakal kembali masuk kantor, setelah gugatan melalui jalur PTUN Semarang dikabulkan sepenuhnya oleh mejalis hakim, dalam sidang putusan secara online, Kamis (11/2/2021).
Majelis hakim diketuai Roni Saputro, dan hakim anggota Eka Putranti dan Ridwan Akhir, mengbulkan secara keseluruhan gugatan dengan nomer perkara 78/G/2020/PTUN.Smg. yang dijaukan Herin Purwanto, selaku pengugat yang diberhentikan dari jabatan kepala seksi kesejahteraan masyarakat (kesra).
Djoko Susanto, kuasa hukum Herin Purwanto mengatakan, sidang putusan secara online berlangsung Kamis pagi tersebut, membatalkan Surat Keputusan (SK) Kepala Desa Pejogol, Wito, Nomor 140/22//2020 tanggal 16 September 2020.
Kemudian mewajibkan kepada tergugat untuk mencabut keputusan kepala desa tersebut. Termasuk mewajidkan tergugat untuk merehabilitasi status kedudukan, harkat dan martabat pengugat dalam keadaan seperti semula.
“Kita tunggu sampai 14 hari dari pihak pengugat, kalau tidak melakukan perlawanan hukum, maka secara otomatis gugatan ini sudah berkekuatan hukum tetap dan harus dilaksanakan,” katanya, usai mengikuti sidang secara virtual ini.
Herin sejak 16 September 2020 lalu tidak masuk kantor lagi. Saat itu, ia dinilai melanggar kedisiplinan sebagai aparatur perangkta desa. Dasar pertimbangan kades, di antaranya karena yang bersangkutan diduga melakukan perbuatan asusila, dan sebelum SK pemberhentian dibuat, beberapa kali warga melakukan unjuk rasa, di antaranya aksi menyegel balai desa setempat.
Djoko menerangkan, pihaknya mengugat karena keputusan kades tersebut tidak prosedural dan mengikuti aturan yang berlaku. Di antaranya tidak diawali dengan surat peringatan tertulis, skorsing, tidak mendapat rekomendasi dari camat.
“Untuk tuduhan melakukan perbuatan asusila (selingkuh-red) prematur dan tanpa bukti,” tandasnya.
Sentimen Politik
Menanggapi putusan itu, Herin mengaku bersyukur karena sebagai warga negara yang menginginkan adanya kepastian hukum terkait pemberhentian jabatanya sudah ada putusan dari PTUN.
“Ini sebagai pelajaran bersama, sebagai negara hukum kita harus dibuktikan dan diputuskan secara hukum. Karena ini sudah ada keputusan, saya siap ngantor lagi,” katanya.
Diungkapkan, sejak tanggal 16 September tahun lalu, ia tidak masuk kantor lagi, karena kewajibannya sudah diberhentikan dengan adanya SK kepala desa itu.
Dia menegaskan, kendati nanti masih ada penentangan di desanya, jika keputusan itu pada akhirnya mengantarkan untuk menjalankan kewajiban sebagai kasi kesra, hal itu akan dilaksanakan dengan baik. Namun sebaliknya, jika tidak dikabulkan, ia menyatakan juga siap menjadi warga kembali.
“Selama saya berhenti, dan mengajukan gugatan, sempat muncul persepsi, saya dianggap melawan pemerintah. Kan itu nggak benar, karena apa yang saya upayakan ini justru mengikuti aturan pemerintah yang sah,” tandasnya.
Terkait tuduhan melakukan perbuatan asusila, ia mengatakan, semua orang sah-sah saja menduga seperti itu. Namun sampai sekarang tidak ada putusan hukum apapun terkait hal itu, baik posisinya sebagai pribadi amupun perangkat desa.
“Saat ada gerakan massa kedua, saya juga sudah menyampaikan, silakan dilaporkan kalau ada yang merasa dirugikan, untuk menempuh jalur hukum, tapi ternyata tidak ada,” katanya.
Ia juga tidak mengelak, jika tuntutan pemberhentian dirinya dari jabatan kesra ada indikasi sentimen politik dari rivalitas politik kepala desa saat pilkades. Pasalnya, pilkades digelar baru setahun lebih, sedangkan ia menjabat sekitar tujuh bulan setelah kades menjabat setahun.
“Waktu itu calonnya empat orang, dan selisih perolehan suara yang jadi sekarang (Wito-red), juga tidak banyak,” ujarnya.
Kades Pejogol, Witobelum bisa memberi keterangan terkait hasil putusan PTUN Semarang itu. Dikonfirmasi lewat telepon seluler maupun melalui pesan berantai, belum direnspon.
Sementara melalui kuasa hukumnya, Sugeng Amin (kepala bagian hukum setda Banyumas) mengatakan, pihaknya belum mendapatkan pertimbangan hukum atas putusan majelis hakim PTUN tersebut.
“Sebelum mengambil putusan mau banding atau menerima, kita pelajari dulu (masih ada waktu 14 hari),” katanya terpisah. (aw-)