BANJARNEGARA – Kelangkaan pupuk yang terjadi di sejumlah daerah rupanya dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk menjual pupuk palsu. Penggunaan pupuk palsu dapat merugikan petani karena tidak memberikan manfaat atau bahkan menjadi racun bagi tanaman pertanian.
Demikian disampaikan Kasubdit Pengawasan Pupuk dan Pestisida Direktorat Pupuk dan Pestisida Ditjend PSP Kementan, Endah Susilawati, saat penyemprotan masal pupuk organik cair di Desa Gumiwang Kecamatan Purwanegara, Senin (10/8).
“Dampak kelangkaan pupuk ini, pemalsuan pupuk lebih banyak. Terakhir di Garut, dibongkar kasus pupuk palsu,” katanya.
Dijelaskan, pupuk yang sering dipalsukan yakni jenis SP36 dan NPK. Sepintas, kemasannya sama persis dengan pupuk asli dengan mencantumkan merek dan nomor terdaftar produk pada Kementan. Biasanya, pupuk palsu menggunakan bahan dolomit yang diberi pewarna sehingga menyerupai pupuk asli.
“Harganya lebih murah, jadi petani mudah tergiur. Petani dirugikan, karena tidak ada manfaatnya sama sekali, bahkan bisa membahayakan tanaman karena pupuk palsu bisa jadi racun,” terangnya.
Diakui, alokasi pupuk bersubsidi tahun ini hanya sebesar 7,9 juta ton. Pengurangan alokasi ini disebabkan banyaknya anggaran pemerintah yang tersedot untuk penanganan Covid. Alokasi pupuk bersubsidi di sejumlah daerah bahkan sudah habis. Karena itu, pihaknya tengah mengupayakan agar ada penambahan alokasi pupuk bersubsidi.
“Kami sudah mengupayakan, tapi sampai saat ini belum ada tambahan,” ujarnya.
Kepala Dinas Pertanian Perikanan dan Ketahanan Pangan Banjarnegara, Totok Setya Winarna menyatakan, sejauh ini di Banjarnegara tidak ditemukan kasus pupuk palsu. Pihaknya bersama Komisi Pengawasan Pupuk dan Persisida selalu mengadakan sosialisasi kepada distributor, Kios Pupuk Lengkap (KPL) dan petani untuk mengantisipasi beredarnya pupuk palsu.
“Mereka harus tahu, jangan sampai main-main mengedarkan pupuk ilegal ini,” tandasnya. (K36-2)