BANYUMAS-Hingga kini di sejumlah wilayah pedesaan di Kabupaten Banyumas masih banyak pasangan suami istri (pasutri) yang belum mempunyai buku nikah. Padahal mereka sudah secara resmi menikah hingga mempunyai anak cucu.
Hal itu terungkap saat persiapan kegiatan Isbat Nikah Massal dalam peringatan Hari Jadi Banyumas di Pendapa Kecamatan Karanglewas, kemarin (15/1). Sebanyak 28 pasangan suami istri yang didominasi oleh warga usia lanjut, mendapatkan pengarahan dari petugas Kantor Urusan Agama, petugas kecamatan hingga petugas Pengadilan Agama.
“Sebagian besar dari mereka adalah lanjut usia. Di Karanglewas ini terdaftar ada 28 pasangan suami istri yang akan ditetapkan dan dicatatkan lagi pernikahannya oleh pengadilan agama,” jelas Kasi Pemberdayaan Masyarakat Kecamatan Karanglewas, Eni Yuliati.
Sesuai informasi yang disampaikan petugas kecamatan, dalam rangka peringatan hari jadi Banyumas, program ‘nikah massal’ akan dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Banyumas, Pengadilan Agama dan berbagai pihak terkait. Sedikitnya ada 133 pasangan suami istri yang akan dinikahkan bersama di salah satu tempat perbelanjaan modern di Purwokerto akhir Februari mendatang. Usai dinikahkan, mereka mendapatkan buku nikah yang selama puluhan tahun tak mereka miliki.
Perangkat Desa Sunyalangu, Kecamatan Karanglewas, Muflih Abdillah mengatakan paling banyak peserta isbat nikah massal ini adalah warga Desa Sunyalangu. Lebih dari 20 pasangan suami istri didaftarkan dalam kegiatan tersebut. Sebagian besar memang tidak punya buku nikah ataupun sebab lainnya, padahal secara riil mereka sudah menikah.
“Ada yang pengakuanya sudah menikah disaksikan warga secara resmi di KUA namun tak mendapatkan buku nikah. Adapula yang lainnya yang membuat mereka tak punya buku nikah. Makanya adanya program nikah massal ataupun isbat nikah ini sangat membantu,” katanya.
Selain 20an pasangan suami istri tersebut, kata Muflih, sebenarnya masih banyak lagi pasutri yang mengalami kasus serupa. Karena ketiadaan buku nikah dan tak dicatatkan, anak mereka sebagian kesulitan membuat akta kelahiran. Padahal sebagian besar dari mereka merupakan pasutri dari kalangan kurang mampu.
“Jikapun bisa akhirnya di dalam akta hanya tercatat sebagai anak ibu. Makanya kami mendorong kepada mereka yang belum terlanjur, kami mendorong memanfaatkan kesempatan ini,” jelasnya. (K37-)