PURWOKERTO – Sekitar seribu massa dari dari Aliansi Serikat Masyarakat Bergerak Banyumas (Semarak) dan Koalisi Masyarakat Banyumas (Komas) menggelar seremoni pengibaran bendera setengah tiang di Alun-alun Purwokerto (depan kantor bupati) dalam aksi lanjutan, Kamis (15/10).
Pengibaran bendera merah putih setengah tiang itu sebagai ungkapan duka atas perilaku dan etika para elit bangsa yang dinilai tidak mau mendengarkan aspirasi rakyat yang terus menyuarakan penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang hingga kini belum dicabut.
Gabungan massa dari mahasiswa se-Purwokerto dan sejumlah organisasi kemasyarakatan (Ormas) juga menggelar salat Ashar berjamaah, dilanjut melantunkan doa bersama kepada Allah SWT.
Dibawah komando koordinator aksi, Fakhrul Firdausi dari Unsoed, massa menuntut Bupati Banyumas Achmad Husein dan DPRD untuk ikut menyatakan dukungan pernyataan sikap menolak dan mendesak pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Setelah melakukan orasi bergantian, Bupati Achmad Husein sekitar 16.00, keluar menemui pendemo. Bupati dikawal ketat aparat kepolisian dan Satpol PP, saat hadir di mobil komando penggerak massa.
Bupati Achmad Husein mengapresiasi dan menghormati perjuangan dengan hati nurani dari kalangan mahasiswa. Pihaknya mengaku mengerti dan paham apa yang diperjuangkan mahasiswa dan masyarakat. Hasil koordinasi dengan gubernur, para menteri (pemerintah pusat), bahwa tuntutan masyarakat sedang dalam proses dikabulkan, meskipun tidak bisa 100 persen.
Bupati Tolak Tanda Tangani Dukungan
Husein menolak ikut menandatangani pernyataan sikap mendukung pencabutan dan penolakan UU tersebut. Alasanya, pemerintah daerah adalah bagian tak terpisahkan dari pemerintah pusat.
Menurutnya, hampir 87 persen sumber keuangan APBD berasal dari pusat, sehingga pihaknya tetap mendukung yang sudah menjadi keputusan pemerintah pusat. Dia menilai, jika dalam UU tersebut perlu ada yang dikoreksi, tidak harus dibongkar (dicabut), namun cukup diperbaiki.
“Saya mengapresiasi, namun mohon maaf saya tidak bisa menandatangani permintaan ini, karena sebagai anak saya tidak akan mau ‘durhaka’ kepada ayahnya (pemerintah pusat). Tolong juga dihormati hak ini,” jar Bupati.
Fakrul mengungkapkan, mahasiswa dan masyarakat kembali turun ke jalan karena dampak dari pemberlakuan UU Omnibus Law, tidak hanya menimpa ke mahasiswa, tapi juga buruh, nelayan, petani, kalangan pekerja, masyarakat adat dan pegiat lingkungan.
“Makanya kita ingin melihat bagaimana sikap bupati dan DPRD untuk mendukung pencabutan dan penolakan UU ini, karena mereka adalah representasi dari aspirasi masyarakat Banyumas,” tandasnya.
Sudah Dikaji
Menurutnya, tuntutan pencabutan dan penolakan UU tersebut sudah dikaji multi sektor secara ilmiah oleh kalangan mahasiswa. Ada 135 halaman yang menilai UU tersebut cacat secara material dan hukum. Bupati dinilai, adalah mandat dari masyarakat Banyumas yang sudah terpilih.
“Bukan hanya sebagai ‘anak’ dari pemerintah pusat dan representasi dari partai politik pendukungnya. Bupati adalah mandataris rakyat Banyumas, tapi kenapa ada aspirasi dari masyarakatnya sendiri tidak diakomodir,” tegasnya menanggapi pernyataan Bupati Achmad Husein.
Menurutnya, soal surat pernyataan sikap dari Semarak dan elemen lain, sudah disampaikan pihak DPRD dalam aksi-aksi sebelumnya, Hal seperti ini juga sudah dilakukan berbagai daerah. Namun faktanya, kata dia, UU tersebut juga tidak dicabut.
“Yang kita minta adalah ketegasan sikap dari bupati dan DPRD berdasarkan nurani karena UU itu setelah kami kaji cacat secara material dan moril. Sehingga kami minta pemkab dan DPRD berdiri bersama masyarakat Banyumas menolak UU Omnibus Law Cipat Kerja,” tegasnya.
Karena tidak ada titik temu, sempat terjadi ketegangan di atas mobil komando, hingga akhirnya bupati dievakuasi turun dari mobil komando dan kembali ke kantornya. Massa tetap menyatakan akan bertahan sampai ada dukungan sikap dari pemkab dan DPRD. (aw-1)
Diskusi tentang artikel