CILACAP- Sampai awal bulan Agustus ini, Rabu (5/8), dampak kekeringan di Kabupaten Cilacap masih nihil. Padahal mengacu prakiraan BMKG, bulan ke-8 ini merupakan puncak musim kemarau.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Cilacap, Heru Kurniawan mengatakan, kondisi tersebut merupakan hal baru, atau beda dengan tahun-tahun sebelumnya. Sebab, kekeringan biasanya sudah melanda sejumlah daerah, saat atau sebelum puncak kemarau.
“Jadi betul, ini menjadi hal baru. Sampai saat ini belum ada pengajuan bantuan air dari wilayah,” kata Heru Kurniawan, dikonfirmasi SuaraBanyumas, Rabu (5/8).
Hal itu juga didasari oleh hasil pemantauan pihaknya, terutama pada desa-desa yang dipetakan masuk rawan kekeringan. “Dari pemantauan kami di wilayah yang dipetakan rawan kekeringan, sejumlah warga menyampaikan debit air baku sudah menurun. Namun air yang ada masih mencukupi kebutuhan sehari-hari,” kata dia.
Heru membandingkan dengan pengalaman musim kemarau tahun lalu. Saat itu, sebelum puncak kemarau, pihaknya sudah menyalurkan air hingga ratusan tangki.
“(Pada musim kemarau tahun 2019) Sampai dengan 30 Juli, saat itu penyaluran bantuan air bersih sudah sebanyak 136 tangki. Itu disalurkan untuk 32 desa terdampak di 14 kecamatan,” kata Heru, kembali membuka data tahun 2019.
Mengacu data BPBD, penyaluran bantuan air tahun 2019 sampai 1.004 tangki. “Itu saja yang dari BPBD. Karena ada juga sejumlah pihak terkait yang peduli dan memberikan bantuan air,” kata dia.
Namun, hal itu tidak menurunkan kesiapsiagaan BPBD. Pihaknya tetap aktif melakukan pemantauan, termasuk berkoordinasi dengan jajaran pemerintahan di wilayah.
“Pemantauan terus dilakukan. BPBD sudah menyiapkan anggaran melalui APBD untuk bantuan air bersih, armada maupun personil sudah siap. Jadi apabila ada permintaan bantuan air bersih dari warga masyarakat, nantinya bisa segera disalurkan,” katanya.
Sebelumnya, BMKG memperkirakan musim kemarau di Cilacap tahun ini berlangsung lebih basah dan singkat. Adapun puncak kemarau, diperkirakan berlangsung di bulan Agustus.
Prakirawan BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung, Cilacap, Rendi Krisnawan mengatakan, musim kemarau berpotensi menimbulkan dampak kekeringan. Namun demikian, sifat kemarau yang lebih basah dan singkat dimungkinkan bisa mengurangi dampak bencana tersebut.
“Walau pun kemaraunya lebih basah, tentu tetap berpotensi memicu terjadinya kekeringan. Terutama pada daerah-daerah yang tergolong rawan. Hanya kemungkinan, dampaknya tidak seperti tahun lalu, atau lebih mendingan,” kata dia. (tg-)