SEBAGIAN dari kita, punya pengalaman yang menyenangkan saat di rumah sakit. Tapi sebagian kecil lainnya ada yang merasa tidak nyaman karena keramahannya terkesan dibuat buat.
Secara umum melakukan perbuatan baik kepada sesama adalah potensi alamiah semua orang. Artinya, sebagai pemberi pelayanan kepada masyarakat di rumah sakit, petugas telah membawa potensi alamiah tersebut.
Dalam masa pendidikan, para professional kesehatan pun sudah diberi materi-materi etika dan dasar-dasar pelayanan. Pertanyaanya, mengapa dalam perannya sebagai pemberi layanan kepada masyarakat, ada varian tingkat respek dari karyawan terhadap pasien dan keluarga tadi?
Jawabannya, sangat kompleks. Banyak faktor penyebab dan pemicunya. Namun mengingat pelayanan di rumah sakit sangat mengedepakan unsur-unsur humanistik dan prosedural, maka menjadi penting kemampuan pelayanan prima harus terus di latihkan.
Berbicara tentang pelatihan pelayanan prima, dahulu, pelatihan pelayanan prima di rumah sakit terfragmen pada senyum, salam, sapa, sentuh, sopan, santun dan atribut semacamnya.
Penulis pernah menjadi peserta pelatihan pelayanan prima kala itu dan diminta membawa cermin. Dalam sesi pelatihan itu, penulis dan seluruh peserta beberapa kali menggunakan cermin untuk melihat seberapa manis senyum kami. Sangat berkesan di benak saya, senyum 2 2 7. Dua cm ke kanan, 2 cm ke kiri, pertahankan selama 7 detik.
Apakah salah materi yang di ajarkan pada pelatihan kami kala itu ? Tidak ada yang salah, karena memang kurang lebihnya pelayanan prima unsur-unsurnya tentang keramahan, respek, respon cepat, dan atribut soft skills sejenisnya.
Tapi dengan bergesernya jaman, tidaklah cukup diajarkan materi demikian, karena unsur-unsur pelayanan prima tak sekedar prosedural.
Pelayanan dari Hati
Banyak referensi menyebutkan atribut-atribut soft skills pelayanan prima tersebut di atas secara alamiah akan muncul saat suasana kerja happy. Sehingga training pelatihan prima basic justru tidak terbatas pada prosedural semata tapi harus memuat bagaimana membangun suasana happy di tempat kerja. Ini yang harus dilatihkan sebagai dasar dari pelayanan prima.
Mengapa demikian ? Senyum yang paling indah adalah senyum dari dasar hati bukan senyum prosedural. Untuk membuat senyum dari dasar hati (baby smile) membutuhkan suasana hati yang happy, yang sangat bisa dipicu oleh suasana kerja yang happy.
Suasana kerja happy akan mendorong karyawan nyaman bekerja. Karena nyaman, karyawan lebih riang dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Kerja dengan suasana happy, akan menciptakan karyawan senyum yang tulus bukan semata prosedural.
Suasana riang gembiran akan menstimulasi karyawan lebih lincah, cekatan dan minim konflik dengan teman kerja satu tim. Suasana happy akan memicu karyawan penuh kreatifitas dan inovasi yang berorientasi kepada pelanggan.
Pelayanan akan terasa lebih menyenangkan dan pelanggan akan punya kesan bahwa karyawan bekerja tanpa beban dan sangat menikmati.
Pertanyaannya adalah bagaimana menciptakan suasana happy di lingkungan kerja? Menurut penulis ada banyak strategi, antara lain, regulasi instansi yang mendorong terciptanya sistem kerja jelas, sistematis, dan terstuktur.
Adanya jiwa kepempinan dari pimpinan yang mau mengawal implementasi regulasi melalui supervisi dan audit. Para pimpinan unit dan staf yang mampu mewarnai dinamika tim menjadi tim yang solid. Serta staf yang sadar diri, bisa membedakan urusan pribadi dan urusan kantor.
Selain pimpinan dan staf yang solid, suasana happy di lingkungan kerja juga perlu didukung fasilitas memadai untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, baik pelanggan internal atau external.
Faktor lain yang tak kalah penting untuk mendapatkan suasana kerja yang happy adalah adanya staf atau karyawan yang terlatih dan kompeten. Agar tercipta suasana kerja yang happy, staf atau karyawan saat training pelayanan prima perlu dilatih bagaimana menjadi pribadi bahagia. (20)
*ASN RSUD Banyumas, Trainer, Motivator. www.tulussetiono.com