PURWOKERTO-Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Banyumas mengkaji kontroversi terkait Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), di Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Sabtu (27/6).
Ketua MUI Banyumas, Chariri Shofa mengungkapkan, Pancasila sebagai dasar negara Indonesia adalah final, harus dikawal, harus dilestarikan, dan harus dipertahankan.
“Pancasila sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945, secara historis merupakan titik temu dan hasil kesatuan proses sejarah. Yang pertama adalah sejak pidato Soekarno 1 Juni 1945, yang kedua Piagam Jakarta 22 Juni 1945, dan yang terakhir adalah rumusan final pada 17 Agustus 1945,” katanya di seminar tersebut.
Menurutnya, bagi umat Islam, Pancasila bukanlah agama, dan tidak dapat dijadikan agama. Namun, katanya, penerimaan umat Islam Terhadap Pancasila adalah menunjukan bahwa umat Islam Indonesia untuk melaksanakan syariat Islam.
“Pancasila merupakan hadiah besar umat Islam untuk bangsa Indonesia, Dengan rela menghapus tujuh kata dalam pembukaan UUD 1945. Di satu sisi hadiah, di sisi yang lain adalah pengorbanan umat Islam, rela demi kebangsaan,” jelasnya.
Chariri Shofa mengatakan, upaya dalam bentuk apapun yang berusaha Untuk merubah sila-sila dari Pancasila menjadi tri sila, eka sila, bahkan mungkin akan menjadi zero sila ini adalah tidak menutup kemungkinan usaha-usaha untuk menghilangkan Pancasila dari Indonesia.
“Menurut pandangan kita (MUI), RUU HIP adalah sebuah upaya terselubung untuk merubah Pancasila, bahkan ujung-ujungnya merubah Pancasila, dan membangkitkan kembali paham komunisme, leninisme dan marksisme yang sangat bersebrangan dengan Islam,” tandasnya.
Menurutnya, usaha merubah Pancasila dan membangkitkan paham komunisme harus dilawan, Karena itu, RUU HIP harus ditolak, dan harus dibatalkan. “Umat Islam harus bersatu bangkit, menyingsingkan lengan baju mengepalkan tangan dan menyatukan langkah serta pikiran agar menghadang hal itu semuanya,” tegasnya.
Paham Posisi
Rektor UMP, Dr Anjar Nugroho mengatakan, kontroversi RUU HIP ini seolah menjadi pertarungan antara kelompok Islam dan kelompok nasonalis. Menurutnya, hal ini mengingatkan seperti sebelum Pancasila dirumuskan. Menjelang kemerdekaan pertarungan itu semakin sengit, dan seringkali pertarungan itu terus dibawa sampai sekarang.
“Umat Islam jangan sampai salah sasaran dalam memperjuangkan. Harus paham posisi, siapa yang harus dilawan, dan dari mana harus dilawan,” kata Anjar.
Seminar tersebut menghadirkan pembicara, Prof DrTukiran Taniredja, ketua Pusat Kajian Pancasila dan Kepemimpinan UMP, Dr Abdul Aziz Nasihudin, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Kabupaten Banyumas dan Dr H Ansori, ketua Komisi Fatwa MUI. (G22-)