PURWOKERTO – Kalangan penyedia jasa konstruksi di Banyumas, yang bersertifikat badan usaha (SBU) kecil dan non kecil bisa mengikuti paket lelang mulai Rp 2,5 miliar hingga Rp 10 miliar. Hal ini akan diterapkan untuk paket kegiatan fisik (infrastruktur) tahun anggaran 2020.
Ketentuan tersebut diambil mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) No 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, di dalamnya mengatur 14 peraturan lembaga (perlem).
“Jika mengacu pada paraturan menteri PU untuk kegiatan jasa konstruksi, badna usaha berskala kecil itu untuk paket Rp 10 miliar, yang memengah untuk Rp 10 miliar sampai Rp 100 miliar, dan yang besar untuk paket di atas Rp 100 miliar. Sekarang di daerah paket pelelangan Rp 10 milir, ini sudah termasuk besar. Kalau ketentuan ini diterapkan, banyak yang tidak masuk,” kata Kepala Bagian Layanan Pengadaan Barang dan Jasa (Balapan) Pemkab Banyumas, Pardiyono, pada sosialisasi regulasi terkait tender jasa konstruksi tahun 2020, di Hotel Java Haritage Purwokerto, Rabu (8/1).
Menurutnya, paket lelang untuk penyedia jasa konstruksi dengan SBU kecil, kebanyakan bisa dilaksanakan untuk pekerjaan di kementerian. Jika ketentuan ini diterapkan di daerah, maka SBU kecil harus dikenakan syarat ada kemampuan dasar (KD). Padahal ketentuan KD ini berlaku untuk SBU non kecil ke atas.
“Kalau sesuai peraturan PU, untuk SBU menengah, ini untuk nilai di atas Rp 10 miliar-Rp 100 miliar, dan besar di atas Rp 100 miliar. Kalau ini diterapkan, apakah pernah ada proyek di sini (memakai APBD-red) dengan nilai itu,” katanya menggambarkan.
Hasil diskusi dengan lembaga hukum, baik kejaksaan dan kepolisian, kata dia, di Banyumas memutuskan untuk tunduk dengan peraturan yang lebih tinggi, yakni Perpres No 16 tahun 2018.
Persepsi ini kemudian, kata dia, disosialisasikan ke kalangan penyedia jasa konstruksi dan pejabat pembuat komitmen (PPkom).
Cara Evaluasi
“Untuk nilai paket pekerjaan kita sepakat mengacu pada perpres. Tapi cara evaluasinya seperti apa tunduk kepada peraturan menteri PU, karena di perpres tidak mengatur teknis detail,” ujarnya.
Dijelaskan, di dalam perpres itu kewenangan mengatur ada yang diamanatkan ke lembaga, yakni kepala lembaga kebijakan pengadaan barang dan jasa pemerintah (LKPP) dan menteri teknis.
Untuk kepala LKPP, jelas dia, bisa mengatur SOP maupun peraturan tender. Hal-hal yang lebih teknis tidak diatur di prepres tersebut, namun dijelaskan lebih lanjut di menteri teknis.
“Terkait jasa konstruksi ini, menteri PU mengeluarkan peraturan sendiri yang baru dan kepala LKPP juga mengeluarkan. Kita yang di daerah kan harus mengkolaborasikan paraturan yang baru ini. Masalah yang krusial kan soal segmen pasar atau nilai paket pekerjaan,” katanya.
Peraturan menteri PU, katanya, hanya mengatur tentang kontruksi. Padahal di Perpres No 16 Tahun 2018, tidak melihat itu paket konstruksi, konsultan, pengadaan barang atau pengadaan jasa lainnya. (G22-).