CILACAP– Keluarga Besar dan Jajaran Pengurus Pondok Pesantren El Baz Desa Rejadadi, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Cilacap menggelar Hauliyah dan Nyewu (Peringatan 1000 Hari), berpulangnya sang mu’asyis pondok pesantren El Baz Almagfurlah KH Qosim Nur Ali, Sabtu Malam (26/12/2020) secara sederhana dan terbatas.
Santri, jajaran kepengurusan, masyayikh Pondok Pesantren, para ikhwan (pengikut) Thoriqoh Qodiriyah Wanaqsabandiyah dan beberapa anggota DPRD Cilacap. Penyelenggaraan diatur secara sederhana dan berlangsung sehari. dimulai sejak pagi hingga malam. dengan kegiatan semaan Al-Qur’an, ziarah, Yasin Tahlil, pembacaan sholawat, Manaqib kubro dan Mama’idul husna sebagai penutup kegiatan.
“Memang sengaja mengadakan acara secara sederhana ini, sebab kita taat peraturan pemerintah di masa pandemi, kegiatan pun dalam koridor protokoler kesehatan,” tutur Gus Jundan Nur Ali putra sulung pendiri pesantren sekaligus ketua penyelenggara mengenang 1000 hari wafatnya Mu’asyis Pondok Pesantren El Baz dan Haul ke 4 Nyai Hj. Jauhariyah.
“Supaya seluruh santri khususnya santri baru yang belum pernah mengenal kiai agar dapat mengenal lebih dekat pada sosok dan perjuangan Al-marhum KH Qosum Nur Ali ,” terangnya.
Pada acara inti mawa’idhul husna yang dibawakan oleh Kiai Faqih Mujtahid dan Kiai Adib Nur Ali, selaku Pengasuh Pon-Pes El Baz, keduanya putra Kiai Qosim Nur Ali, Tidak hanya mawa’idhul husna saja yang beliau berikan tetapi juga menceritakan sosok perjuangan dan cara Kiai Qosim Nur Ali mendidik santrinya.
“ KH Qosim Nur Ali semasa hidupnya sangat peduli pada pendidikan santri santrinya, terutama pembinaan mental yang berakhlaqul karimah. Beliau rela hasil jerih payahnya dibuat membantu bahkan membeli tanah untuk membangun sarana ajar pembinaan maupun pendidikan bagi santri-santrinya”, tutur Kiai Faqih Mujtahid dalam ceramahnya.
Lanjut Kiai Faqih Faqih Mujtahid, dari awal berdiri medio 1980, pondok pesantren sudah didasari dengan tarekat qodiriyah wanaqsyabandiyah maka sang Kiai pendiri menamainya dengan El Baz yang berarti alap-alap putih, nama ini diambil lantaran sang kiai mengagumi sosok, ngalap berkah kewalian sultonul auliya’ sang Syekh Abdul Qodir Jaelani.
“Tidak sedikit santri yang berhasil beliau sembuhkan dari candu lima (madat, maling, main, minum, madon) maka pesantren ini dikenal khalayak seolah panti rehabilitasi jiwa, bengkel moral.” tuturnya.
Penganugerahan Doktor Honoris Causa
Sejak tahun itu Pesantren El Baz sudah berhasil mendidik akhlak, mental, moral melalui pendekatan tarekat sufisme tersebut dan atas keberhasilan beliau, KH Qosim Nur Ali mendapat penghargaan doktoral sebagai Doktor Hororis Causa (Dr.HC) oleh salah satu universitas dari Amerika.
Senada dengan Kiai Faqih Mujtahid, Kiai Adib Nur Ali, menerangkan bahwa beliau merupakan mursyid tarekat qodiriyah wanaqsyabandiyah, maka di Pesantren El Baz dalam mendidik santri selain pokok pokok ajaran Islam juga menekankan tarekat yaitu mengamalkan ajaran pada dzikir jahar nafi isbat (dzikir dgn suara keras) dan dzikir dengan pelan atau siir ismu dzat.
Pendekatan inilah cara penanaman pendidikan budi pekerti bagi santri santrinya kendati pun perlu kesungguhan, ketekunan, kesabaran, dan keuletan. tuturnya. Hal utama dan yang paling utama hidup dan berkehidupan ialah bagaimana etika dan akhlaq.
“Kami sebagai penerus, pengasuh mengemban amanah beliau, bisa mampu mengemban dan mengembangkan perjuangan beliau, senada apa yang disampaikan abah, pun selalu mengingatkan pada kita bahwa risalah Gusti Allah ‘Azzawajalla yang diembankan kepada Muhammad Rosulullah SAW hanyalah ahlak, hanyalah menyempurnakan akhlaq,” tandasnya.(san-3)
Diskusi tentang artikel