PURWOKERTO-Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mewacanakan akan mencabut izin sekolah yang kedapatan membayar gaji guru di bawah UMK (Upah Minimum Kabupaten). Namun demikian, sejumlah pihak menilai langkah tersebut sulit untuk diterapkan.
Menurut Wakil Sekretaris PGSI (Persatuan Guru swasta Indonesia) Kabupaten Banyumas, Eka Bahtiar Rifai, kemarin, apa yang disampaikan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo tersebut sah-sah saja.
Namun untuk dilaksanakan di lapangan, kata dia, tidak mudah. Bahkan diibaratkan mencari jarum di tumpukan jerami. Banyak faktor yang sangat komplek “menyandera” para guru, terutama guru di sekolah swasta.
Di antaranya saat awal pendirian sekolah swasta mayoritas visinya bukan profit, tetapi hanya bermodal nekat dan ikhlas, sehingga untuk menggaji guru dengan nominal yang wajar (tidak perlu sesuai UMK), nyaris kesulitan.
”Dulu saat mengajukan proposal pendirian memang menyertakan saldo bank sebagai bukti untuk membayar honor guru,” terangnya.
Tetapi setelah izin turun, lanjut dia, saldo tersebut dikembalikan kepada pihak yang memiliki. Artinya sejak awal pendirian sekolah memang tidak punya saldo.
Selain itu, menurutnya, posisi tawar guru juga sangat lemah. Bagi para guru saat melamar pekerjaan menjadi guru di sekolah swasta, pasti tidak ada yang berani mengajukan pertanyaan seputar honor. Kalau berani, biasanya akan dicoret dan tidak bakal diterima menjadi guru di sekolah tersebut.
Bahkan lantaran terlalu lemahnya daya tawar, terkadang calon guru harus rela untuk menyatakan tidak menuntut gaji yang layak, apalagi setara dengan UMK.
”Mereka dengan bahasa normatif menyampaikan ingin mengamalkan ilmunya, mendedikasikan tenaga serta pikirannya, dan lain sebagainya. Ini yang akan diingatkan terus oleh kepala sekolah ketika ia sudah menjadi guru di sekolah tersebut dan bila mulai kritis menuntut gaji yang layak,” tambah dia.
Dalam menghadapi kondisi tersebut, kata dia, jalan alternatif untuk tetap bertahan, di antaranya dengan berharap lolos dalam seleksi CPNS. Namun hal ini juga tergantung bila ada pendaftaran CPNS dan usianya masih memungkinkan.
Bagi mereka yang usianya sudah tidak memungkinkan untuk mendaftar CPNS, mereka akan berharap untuk mendapatkan kuota sertifikasi.
”Kalau tidak bisa keduanya, biasanya mereka akan mencari pekerjaan sambilan di luar, seperti berjualan online, menjadi driver ojol, menjadi perangkat desa untuk mendapatkan tanah bengkok sampai mengadakan les privat,” terang dia.
Adapun bagi sekolah swasta yang sudah besar dan mapan yang bisa dilihat dari besaran pungutan wali murid yayasan/sekolah tersebut atau laporan RKAS (Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah), menurutnya, kemungkinan gagasan Gubernur Ganjar Pranowo tersebut sangat tepat diberlakukan di sekolah tersebut.
”Dan idealnya yayasan sekolah swasta yang sudah besar dan mapan, melaksanakan profesionalismenya, yakni dengan menggaji para guru sesuai dengan UMK,” ujar guru SMP Ma’arif NU 3 Purwokerto tersebut.
Kemudian, kata dia, tata kerja para guru juga diukur layaknya karyawan perusahaan yang berorientasi pada profit. Pihak yayasan akan mengelola sekolah seperti industri, yakni ada biaya investasi, biaya operasional, dan biaya-biaya yang lain.
”Bagi sekolah yang sudah seperti ini, bila tidak menggaji guru sesuai dengan besaran UMK, maka wajib dan harus ditegur keras. Bahkan bila perlu seperti yang diwacanakan Gubernur Ganjar Pranowo, yakni dicabut izinnya,” jelas dia.(H48-)