PURWOKERTO – Target penerapan pengelolaan anggaran berbasis Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), belum bisa dilaksanakan dengan cepat di daerah. Padahal Kemendagri menargetkan, mulai tahun 2021, semua daerah harus sudah menggunakan aplikasi tersebut.
“Di Banyumas yang sebelumnya sudah ada SIPD Satria saja, sampai sekarang masih kacau. Belum sepenuhnya bisa masuk atau mengikuti sistem dari Kemendagri ini.Karena mulai dari perencanaan, penganggaran, sampai ke penatausahaan dan transaksi sekarang harus lewat SIPD Kemendagri,” kata Kepala Bidang Anggaran Badan Keuangan dan Aset daerah (BKAD) Kabupaten Banyumas, Agus Nur Hidayat, Rabu (27/1/2021).
Awal tahun ini, katanya, harusnya sudah masuk ke tahap penatausahaan. Padahal sebelumnya saat mulai perencanaan dan penganggaran tahapannya juga sudah banyak kendala.
“Sekarang masuk tahap penatausahaan saja rasanya jungkir-balik. Belum lagi nanti masuk transaaksi. Habis ini mamsih ada satu lagi, pergeseran APBD,” ujarnya.
Kekacauan SIPD Kemendagri itu, katanya, karena seluruh daerah di Indonesia harus memakai sistem yang sama terkoneksi ke pusat. Dampaknya, untuk masuk harus berebut, kemudian sering kali ada perubahan di sistem aplikasi itu.
(Baca Juga: Pencairan Gaji ASN Sejumlah OPD Molor)
Sementara dinamika pengelolaan keuangan di masing-masing daerah tidak sama. Padahal tuntutan dari Kemendagri, diakui, semua daerah wajib mengikuti sistem tersebut.
“Contoh saja, karena kesulitan masuk, sehingga pembayaran gaji, honor dan pengeluaran mendesak seperti dana BTT, kita masih pakai manual. Untuk pencatatannya kita bantu pakai SIPD lokal (SIPD Satria-red). Kalau harus nunggu masuk dulu ke SIPD Kemendagri, ya pembayarannya pasti molor,” katanya.
Terhambat
Dampak kekacauan SIPD Kemendagri ini, lanjut dia, juga menyasa ke molornya pencaiaran alokasi dana desa (ADD). Padahal di dalam ADD tersebut, juga ada komponen penghasilan tetap (siltap) untuk kepala desa dan perangkat dan BPD. Selain itu, juga ada komponen alokasi untuk membayar BPJS, yang harus dibayarkan rutin tiap bulan.
Menurutnya, ADD di Banyumas tahun 2021 sekitar Rp 380 miliar. Ini akan dialokasikan untuk 301 desa. Pengajuan pencairan dari pihak desa sudah masuk semua. Namun saat ini masih terkendala mekanisme pencairan yang belum masuk ke SIPD.
“Regulasinya, ADD itu dicairkan tiap tanggal 10 setiap bulannya. Berhubungan SIPD belum siap, saat ini belum bisa dicairkan. Dananya sudah ada, kemungkinannya nanti dirapel,” ujarnya.
Pihaknya khawatir jika ADD dicairkan dengan model rapelan dua bulan atau tiga bulan sekali, bisa saja pihak pemkab yang disalahkan pemerintah desa. Mengingat regulasinya harus dicairkan setiap tanggal 110 per bulan.
Permasalahan SIPD Kemendagari ini, kata dia, sudah sering disampaikan ke pemerintah pusat melalui berbagai forum maupun wadah asosiasi pemerintah daerah. Namun responnya belum cepat. Padahal kegiatan anggaran di daerah tidak boleh terhenti.
“Kalau kita tidak mengikuti SIPD, kita juga takut nanti disalahkan, bahkan saat ada pemeriksaan bisa jadi muncul sebagai temuan kesalahan,” tandasnya.
Sebenarnya pemerintah menerapkan SIPD ini, dikaui, semangatnya bagus, yakni untuk menarik semua data terkait tata kelola pemerintahan daerah, diseragamkan. Padahal di era otonomi, daerah tidak bisa diseragamkan.
“Dalam perjalanannya kan dinamika masing-masing daerah beda. Makanya aplikasinya selalu bongkar-pasang. Saat bongkar-pasang ini, muncul banyak masalah baru. Saat sektor A diperbaiki, muncul masalah baru di sektor B atau dampak ikutannya. begitu seterusnya,” katanya mencontohkan. (aw-2)