PURBALINGGA – Proses Revisi Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Purbalingga tahun 2011-2031 yang panjang telah menghambat masuknya investasi di Purbalingga. Sejak 2016, potensi kehilangan investasi mencapai Rp 738 miliar.
Bupati Purbalingga, Dyah Hayuning Pratiwi, menjelaskan, pada 2016 tercatat ada 4 investor yang akan menanamkan modalnya di Purbalingga dengan nilai total Rp 245 miliar. Sementara pada 2017 ada 5 investor dengan nilai Rp 331 miliar. Terakhir tahun 2018, ada 3 investor dengan nilai 162 miliar.
“Revisi Perda RTRW ini sudah sangat ditunggu-tunggu oleh semua pihak. Sebab total dari tahun 2016 sampai 2018, kita kehilangan investasi hingga Rp 738 miliar. Itu karena investor belum boleh membangun usahanya sebelum Perda Revisi RTRW ditetapkan,” katanya, Senin (21/10).
Karena itu, sambung dia, untuk mempercepat proses revisi perda, pihaknya bergerak menggelar rapat kordinasi lintas sektor. Terutama untuk pembahasan Rancangan Perubahan RTRW Kabupaten Purbalingga tahun 2011-2031 bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) di Jakarta, Kamis (17/10) lalu.
“Rakor tersebut merupakan bagian dari proses menuju ditetapkan Perda Revisi RTRW yang akan diagendakan segera. Perda ini harus direvisi karena ada penyesuaian beberapa dinamika di lapangan, regulasi-regulasi dan kebijakan nasional baru,” katanya.
Isu Strategis
Menurutnya, proses panjang revisi perda ini harus dilalui. Mulai dari Peninjauan Kembali (PK) di tahun 2016 kepada Kementerian ATR. Lalu pada tahun 2017 dilakukan penyusunan Ranperda, konsultasi Pemetaan Badan Informasi Geospasial (BIG), tahun 2018 mendapatkan rekomendasi pemetaan BIG, Rekomendasi Gubernur dan tersusunnya Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Beberapa alasan dan isu strategis dalam revisi RTRW ini diantaranya pada sisi Struktur Ruang terdapat Ketimpangan wilayah Purbalingga bagian utara dan selatan, juga perlunya Pengembangan kawasan perkotaan.
Pada sisi sistem prasarana wilayah Sistem transportasi di wilayah Kabupaten Purbalingga memiliki hirarki yang relatif terbatas. Salah satunya hanya sampai pada kolektor primer disamping itu juga akan dilakukan Pengembangan Lanud JB Soedirman menjadi Bandara JB Soedirman.
Pada pola ruang telah dilakukan identifikasi lahan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), kawasan hutan lindung khususnya di lereng Gunung Slamet belum optimal pengelolaannya.
“Pengembangan potensi ekonomi lokal belum optimal, seperti pengembangan pertanian, industri dan pariwisata. Disamping itu juga perlunya penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH),” imbuh bupati. (H82-37)