PURWOKERTO – Sepanjang tahun 2020 ini, kasus pelanggaran kode etik dari anggota DPRD Kabupaten Banyumas bisa ditekan. Dari dokumentasi dan penilaian Badan Kehormatan (BK) DPRD setempat, tidak ada pelaporan secara tertulis yang masuk.
“Selama tahun 2020, dari catatan kami, tidak ada laporan pengaduan secara resmi yang sampai diproses penindakan. Kalau informasi-informasi soal dugaan-dugaan tertentu, satu dua memang ada. Tapi setelah di cek lebih lanjut tak cukup bukti,” kata Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Banyumas, Agus Prianggodo, Sabtu(5/12).
Hal ini berbeda yang terjadi di beberapa DPRD daerah lain. Dia mencontohkan, saat melakukan studi komparatif ke DPRD Kota Bogor, dilaporkan sempat ada anggota dari fraksi tertentu, sampai proses pergantian antar waktu (PAW). Setelah laporan pelanggaran ditangani BK dan ditemukan pelanggaran kode etik.
(Baca Juga: Deal! DPRD dan Bupati Setuju, Banyumas Jadi Tiga Daerah Otonom)
Menurutnya, potensi pelanggaran tata tertib DPRD dan kode etik bisa ditekan Hal itu terjadi berkat koordinasi dan harmonisasi yang dibangun pimpinan Dewan bersama seluruh pimpinan dan anggota fraksi-fraksi selama ini.
“Meski kita berangkat dari fraksi yang berbeda-beda, namun saat bertindak sebagai wakil rakyat, ya kita posisinya adalah satu, sebagai representasi DPRD Banyumas. Sehingga potensi konflik dan pelanggaran tata tertib dan kode etik bisa dicegah,” kata ketua Fraksi PDI-P ini.
Penegakan Disiplin
Dia mengatakan, pelanggaran bisa ditekan, karena penegakkan disiplin anggota juga sudah berjalan baik. Pimpinan PRD selalu menekankan tingkat kehadiran wakil rakyat dalam setiap kali rapat-rapat paripurna dan rapat-rapat ketentuan internal yang berlaku harus memenuhi ketentuan yang telah diatur dalam tata tertib.
“Selama masa pandemi Covid-19, tingkat absensi atau kehadiran juga sudah diatur oleh pimpinan dengan prosedur protokol kesehatan. Selain kehadiran saat ada agenda-agenda DPRD, juga diminta untuk turun ke dapil masing-masing. Sehingga kinerja tetap dijalankan,” kata ketua BK dua kali ini.
Menurutnya, untuk mengukur kinerja, selain dari absensi, pimpinan selaku meminta anggota yang tersebar di tujuh fraksi tetap melaksanakan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan secara maksimal.
“Potensi pelanggaran bisa ditekan, ini juga karena sinergitas antar fraksi terbangun baik. Pengawasan internal dari masing-masingpimpinan fraksi ke anggota, ikut membantu meringankan tugas BK. Jika ada potensi pelanggaran bisa dikomunikasikan dan diselesaikan lewat internal fraksinya dulu. Sehingga tidak sampai naik ke ranah BK,” tandasnya. (aw-2)