Suara Banyumas– Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan untuk mempertahankan Sistem Proporsional Terbuka dalam Pemilu 2024 mendatang.
Putusan ini menegaskan bahwa sistem tersebut akan tetap digunakan sebagai metode pemilihan umum ataupun anggota legislatif di Indonesia.
Dalam putusanya, Mahkamah Konstitusi (MK) secara tegas telah menolak permohonan uji materi pasal dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur tentang sistem pemilihan umum (pemilu) proporsional terbuka.
Dengan putusan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 tersebut menegaskan bahwa pemilu tetap akan memakai sistem proporsional terbuka.
Putusan di Gedung Mahkamah Kontitusi
Hakim ketua Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6) mengatakan, ‘Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” demikian bunyi putusan tersebut.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah memperhatikan implikasi dan implementasi penyelenggaraan pemilu yang tidak semata-mata disebabkan oleh pilihan sistem pemilu.
Hakim konstitusi Sadli Isra menjelaskan bahwa setiap sistem pemilu memiliki kekurangan yang dapat diperbaiki dan disempurnakan tanpa mengubah sistem itu sendiri.
Sadli Isra menyatakan bahwa Mahkamah meyakini perbaikan dan penyempurnaan dalam penyelenggaraan pemilu dapat dilakukan dalam berbagai aspek, termasuk kepartaian, budaya politik, kesadaran dan perilaku pemilih, serta hak dan kebebasan berekspresi.
Namun, putusan ini juga menunjukkan adanya pendapat berbeda atau dissenting opinion dari hakim konstitusi Arief Hidayat.
Permohonan uji materi diajukan pada 14 November 2022 dan MK menerima permohonan dari lima orang yang keberatan dengan sistem proporsional terbuka. Mereka menginginkan penerapan sistem proporsional tertutup.
Dalam sistem proporsional tertutup, pemilih tidak dapat memilih calon anggota legislatif secara langsung. Pemilih hanya dapat memilih partai politik, sehingga partai memiliki kendali penuh dalam menentukan siapa yang akan duduk di parlemen.
Para pemohon terdiri dari Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP cabang Banyuwangi), Yuwono Pintadi, Fahrurrozi (Bacaleg 2024), Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan), Riyanto (warga Pekalongan), dan Nono Marijono (warga Depok). Mereka telah memilih pengacara dari kantor hukum Din Law Group sebagai kuasa mereka.
Hanya PDIP di DPR yang menginginkan penerapan sistem proporsional tertutup. Sementara parpol lainnya meminta agar MK tidak mengubah sistem pemilu.
Mayoritas partai politik menegaskan bahwa sistem pemungutan suara yang digunakan dalam pemilu merupakan kewenangan pembuat undang-undang, yaitu presiden dan DPR.
Oleh karena itu, mereka merasa bahwa MK tidak memiliki kewenangan untuk mengubahnya melalui putusan uji materi.
Keuntungan Sistem Proposional Terbuka
Adapun pemilihan anggota legislatif dengan menggunakan sistem proposional terbuka, berikut beberapa keuntungan.
Pertama, sistem ini memberikan kesempatan yang adil bagi partai politik yang lebih kecil untuk mendapatkan perwakilan di parlemen.
Dalam sistem ini, suara setiap pemilih sangat bernilai dan dapat berkontribusi langsung terhadap perolehan kursi oleh partai politik yang dipilihnya.
Kedua, sistem ini mendorong partisipasi politik yang lebih luas. Dalam Sistem Proporsional Terbuka, pemilih dapat memilih kandidat individual yang dianggapnya paling berkualitas dari partai politik tertentu.
Hal ini memungkinkan pemilih untuk lebih memilih berdasarkan kualitas dan kinerja individu, bukan hanya berdasarkan afiliasi partai politik.
Selain itu, sistem ini juga mendorong partai politik untuk lebih memperhatikan daerah pemilihan yang lebih kecil.
Partai politik akan lebih cenderung mencari kandidat yang memiliki popularitas dan dukungan di wilayah tertentu agar dapat meraih suara maksimal dalam pemilihan tersebut.
Putusan MK ini juga memperkuat prinsip demokrasi di Indonesia. Dengan mempertahankan Sistem Proporsional Terbuka, setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama dan tidak ada suara yang terbuang.
Hal ini memberikan jaminan bahwa keputusan politik yang dihasilkan dalam pemilihan tersebut mewakili kehendak rakyat secara proporsional.
Meskipun sistem ini memiliki beberapa kelemahan, seperti potensi terbentuknya koalisi yang lemah dan perwakilan yang kurang.
Namun putusan MK dapat juga menekankan pada pentingnya menjaga keseimbangan antara stabilitas politik dan partisipasi rakyat dalam proses demokrasi.
Dengan keputusan ini, Sistem Proporsional Terbuka akan terus menjadi dasar dalam pemilihan anggota legislatif di Indonesia.
Hal ini menunjukkan komitmen negara untuk memastikan sistem pemilihan yang adil, proporsional, dan berorientasi pada kepentingan rakyat.