PURWOKERTO-Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Banyumas serta Balai Pelestari Cagar Budaya Jawa Tengah merekomendasikan satu buah arsitektur berupa gerbang eks gudang di komplek cagar budaya Stasiun Timur Purwokerto tetap dipertahankan. Sebab, bangunan ini menjadi simbol masa kejayaan alat transportasi modern pada masa Hindia Belanda.
Kepala Seksi Sejarah dan Purbakala Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Banyumas, Carlan mengatakan, sesuai kajian yang dilakukan beberapa waktu lalu, TACB meminta pelaksana proyek pembangunan Purwokerto City Center (PCC) tetap mempertahankan satu benda diduga cagar budaya di komplek stasiun lama. Arsitektur itu berbentuk gerbang bekas gudang yang dibangun perusahaan kereta api Hindia Belanda, Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS).
“Sebenarnya (gudang SDS) memang tidak masuk pada daftar 59 cagar budaya di BPCB. Namun, karena sifatnya kawasan dan memiliki nilai sejarah, TACB dan BPCB tetap merekomendasikan untuk mempertahankan dan melestarikan ketiga gerbang itu,” kata Carlan, Rabu (2/10).
Dia mengatakan, sejatinya, terdapat tiga buah gerbang gudang yang masih utuh di kawasan tersebut. Namun, BPCB hanya meminta untuk mempertahankan satu gerbang sebagai bentuk pelestarian serta memberikan edukasi tentang sejarah masa keemasan alat transportasi berupa kereta uap ini. Menurut Carlan, rekomendasi tersebut telah disampaikan kepada pengelola proyek dan Bupati Banyumas.
Sementara itu, budayawan Banyumas, Yatman Sumarman menyebutkan, jalur kereta dan Stasiun SDS tersebut merupakan alat transportasi untuk mengangkut hasil perkebunan. Seperti diketahui, karesidenan Banyumas memiliki sejumlah pabrik gula berskala besar.
“Kereta api pertama masuk dari Jakarta itu April 1927. Yang diangkut adalah tebu, dan hasil perkebunan lainnya. Jadi bukan transportasi massal,” tuturnya.
Dikelola Serius
Yatman berkisah, jalur kereta SDS ini menghubungkan Stasiun Maos (Cilacap), Purwokerto-Sokaraja-Banjarnegara hingga Wonosobo. Sementara deretan rumah di Jalan Merdeka Purwokerto merupakan rumah dinas pegawai SDS. Hal itu diketahui dari cerita mendiang ayahnya, Sumarman yang merupakan pegawai Staatsspoorwegen (SS) yang berkantor di Lapangan Porka Purwokerto.
Yatman menyarankan, bila sisa bangunan di komplek Stasiun Timur tersebut dipertahankan maka sebaiknya dikelola secara serius oleh Pemkab Banyumas. Meski aset tersebut saat ini milik PT Kereta Api Indonesia.
“Ini menarik untuk tujuan wisata. Jadi harus dikelola dengan serius,” tambahnya.
Sebelumnya, komunitas pemerhati sejarah Banjoemas History and Heritage Community (BHHC) mengingatkan, Stasiun Timur merupakan simbol sejarah kejayaan transportasi modern pertama di Kabupaten Banyumas. Seharusnya bangunan yang masih tersisa dapat dilestarikan sebagai cagar budaya.
“Hal ini sangat disayangkan karena bangunan yang tersisa tidak mendapat keutamaan untuk dilestarikan maupun dimanfaatkan. Terutama untuk misi edukatif dan pembelajaran bagi masyarakat Banyumas,” kata pegiat BHHC, Jatmiko Wicaksono.
Dia menilai, jika rekomendasi dari Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) hanya dianggap saran, maka nasib bangunan peninggalan sejarah di Banyumas akan terancam. Selain itu, dia meminta Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) untuk lebih serius menangani pelestarian cagar budaya di Banyumas. (K35-60)