PURWOKERTO – Kendati jumlah sekolah penyelenggara layanan pendidikan inklusi di Kabupaten Banyumas setiap tahun bertambah, namun sekolah tersebut menghadapi sejumlah persoalan. Salah satunya kesulitan mencari guru yang memiliki latar belakang pendidikan luar biasa (PLB).
Kabid Pembinaan SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas Enas Hindasah didampingi Staf Kurikulum, Amin Nurudin mengatakan, dalam menangani siswa berkebutuhan khusus di sekolah penyelenggara layanan pendidikan inklusi, dibutuhkan guru pendamping.
Mereka ini idealnya merupakan lulusan dari jurusan pendidikan luar biasa. Namun kenyataannya sekolah tidak mudah dalam mendapatkan guru dengan latar belakang pendidikan tersebut.
Di samping jumlah lulusan berlatar belakang pendidikan luar biasa yang tidak banyak, jumlah perguruan tinggi yang membuka program studi pendidikan luar biasa juga relatif sedikit.
”Bahkan, khusus di sekitar wilayah Banyumas, sepertinya belum ada perguruan tinggi yang membuka program studi tersebut, padahal yang dibutuhkan banyak,” ujarnya., Rabu (18/9).
Dalam mengatasi permasalahan tidak adanya guru yang berlatar belakang pendidikan luar biasa ini, lanjut dia, pihak sekolah terpaksa memberdayakan guru yang ada. Meski dari segi latar belakang pendidikannya kurang relevan, namun mereka masih bisa diberdayakan.
Apalagi sebagian dari mereka juga telah mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat) penanganan anak berkebutuhan khusus yang diselenggarakan Dinas Pendidikan.
Kekurangan guru berlatar belakang pendidikan luar biasa juga terjadi pada sebagian Sekolah Luar Biasa (SLB). Seiring dengan adanya kebijakan penarikan guru PNS dari sekolah swasta, sebagian guru dengan latar belakang PLB yang mengajar di SLB swasta ditarik untuk bertugas di SLB negeri.
Sementara itu, sampai saat ini tercatat ada sebanyak 623 sekolah di Kabupaten Banyumas yang menyelenggarakan layanan pendidikan inklusi. Sekolah sudah mendapatkan SK (Surat Keputusan) penetapan dari Dinas Pendidikan.
Dia menegaskan, seluruh sekolah berkewajiban untuk memberikan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus tanpa kecuali. Bahkan sekolah tidak diperbolehkan menolak manakala ada anak berkebutuhan khusus mendaftar sebagai peserta didik.
”Sekolah tidak boleh menolak ABK, sebab bagaimanapun juga mereka berhak untuk mendapatkan layanan pendidikan. Makanya konsep yang diterapkan adalah sekolah inklusi,” jelas dia.
Adapun konsep sekolah inklusi merupakan sekolah yang menerapkan sistem pembelajaran, di mana sebagian peserta didiknya merupakan anak berkebutuhan khusus. Selain mendapatkan layanan pendidikan tersendiri, mereka juga didorong untuk bergaul dengan siswa yang reguler. Harapannya ABK tidak lagi merasa minder.(H48-20)