PURWOKERTO – Band beraliran folk, Kolektif AMPSKP menambah perbendaharaan musik di Kota Mendoan. Jumat (28/12) malam lalu, mereka meluncurkan album perdana bertajuk “Deru” di Gedung Teater Indoor Taman Budaya Soetedja Purwokerto.
Band yang beranggotakan Sufi Ma’sum (vocal), Novi Citra Indriyati (vocal), Yanuar Eka Wahyudiana (bass), Babe Gamo (gitar), Iqbal Muhammad (gitar), Bayu Ari Wibowo (gitar), Ananda Dimas (drum), Iman Musyaffa (keyboard) dan Nanda Rizqy Pradana (biola) mengentak panggung bersama sejumlah musikus, Jakarta, Tangerang, Tegal, Banyumas dan sekitarnya. Mereka memainkan 11 materi lagu pada album tersebut.
Seluruh lagu berisi kritik sosial dan lingkungan. Tengok saja tembang berjudul <I>Dendang Berlawan<P> yang telah berkumandang semenjak aksi penolakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) atau geothermal Baturraden.
“Semacam <I>theme song<P> kala itu, dan masih relevan hingga saat ini,” kata pentolan Kolektif AMPSKP, Sufi Ma’sum, melalui aplikasi pesan, Senin (30/12).
Burik, karibnya, menuturkan, materi lagu lainnya juga tak kalah galak. Mulai dari <P>Proyek Sialan, Tumbuh di Atas Plastik, Irama Jalanan, Menang, Omong Kosong, Renung, Tanah Milik Kita, Tanda Tanya, Ajo Boeng<P> dan <I>Sukar<P>.
Album itu, kata dia, digarap secara kolektif bersama sejumlah rekan aktivis dan musikus. Seluruh materi dikumpulkan selama 2,5 tahun.
“Sangat santai, tapi buru-buru pada bagian akhir. Awalnya, kami hanya merasa perlu punya arsip dari proses kreatif dalam kolektif,” ucapnya.
Burik mengaku, melalui album Deru tersebut, Kolektif AMPSKP ingin menunjukkan musikus lokal mampu membuat karya. Serta mampu menyuarakan keresahan serta kritik lewat musik.
“Jadi ya terpenting 11 karya dalam album itu sudah diuji publik tinggal nunggu respon orang aja buat kami berbenah,” ujarnya.
Adapun Kolektif AMPSKP didirikan tahun 2011 dengan nama Ampas Kopi. Namun, lantaran melibatkan sejumlah musisi setiap kali tampil, Burik cs mengubah nama band menjadi Kolektif AMPSKP.(K35-52)