PURWOKERTO – Sebagai lembaga pendidikan nonformal negeri, keberadaan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) saat ini terus didorong supaya mengoptimalkan potensi dan sumber daya.
Dengan begitu, diharapkan ke depan lembaga tersebut bisa mandiri dan tidak bergantung pendanaan dari pemerintah.
Kabid Pengembangan Sumber Daya Pusat Pengembangan Paud (Pendidikan Anak Usia Dini) dan Dikmas (Pendidikan Masyarakat) Jawa Tengah, Heri Martono, mengatakan, dalam kondisi saat ini pengelola SKB harus mampu mengoptimalkan potensi dan sumber daya.
Dengan begitu, diharapkan nanti lembaga tersebut tidak terusmenerus menggantungkan sumber pendanaan dari pemerintah. “Kalau hanya mengandalkan dana dari pemerintah, nanti perkembangan SKB bisa pasang-surut, sebab tergantung pada kucuran dana pemerintah,” ujarnya.
Berlatih Wirausaha
Menurut dia, pada dasarnya SKB bisa mengoptimalkan sumber-sumber yang ada. Bahkan, melalui program teaching factory yang saat ini tengah dijalankankan, SKB dapat menjembatani peserta didik untuk
berlatih berwirausaha, sehingga secara tidak langsung program tersebut bisa berdampak positif bagi SKB.
Lebih jauh dia menjelaskan, selama ini input peserta didik di SKB berbeda dengan input yang diperoleh di lembaga pendidikan formal (sekolah). Karena itu, peserta didik di SKB semestinya tidak hanya fokus mengejar prestasi di bidang akademik semata. Namun mereka juga perlu dibekali dengan kemampuan tambahan, yakni keterampilan berwirausaha.
“Melalui program teaching factory, kita menyiapkan anak-anak untuk menjadi seorang wirausahawan,” terangnya.
Dalam program ini, kata dia, peserta didik diajari dan diberi pelatihan tentang bagaimana menjadi seorang wirausaha. Tidak hanya dalam bentuk membuat sebuah produk, tetapi lebih dari itu. Dengan kegiatan seperti ini, diharapkan bisa memberikan dampak positif bagi kemajuan SKB dan mampu menjadi sumber pendapatan bagi SKB.
“Prinsip yang ditekankan dalam program ini memberikan semangat kepada peserta didik untuk berani berwirausaha. Mereka juga dilatih untuk berani tampil di depan umum, dilatih cara berkomunikasi, hingga
dilatih dalam membujuk saat memasarkan produk yang dihasilkan,” jelasnya.
Kendati demikian, dia menilai, dalam melaksanakan program teaching factory, sebaiknya juga disesuaikan dengan potensi masing-masing lembaga. Pasalnya, tiap daerah memiliki kondisi yang berbeda-beda.
Di Jawa Tengah, kata dia, dari 33 SKB, setidak-tidaknya ada tiga SKB yang dijadikan sebagai contoh pelaksanaan dari program teaching factory, yakni SKB Jepara, SKB Grobogan, dan SKB Purwokerto.
Selain itu, ada pula LKP (lembaga kursus dan pelatihan), PKBM (pusat kegiatan belajar masyarakat), dan PAUD (pendidikan anak usia dini), masing-masing satu lembaga.
“SKB Jepara memiliki potensi di bidang hidroponik dan SKB Grobogan memiliki potensi dalam bidang perikanan. Potensi kedua SKB tersebut bisa dikembangkan dalam program teaching factory,” ujar dia.(H48-37)