PURWOKERTO – Pemerintah bakal menghapus keberadaan Ujian Nasional (UN) bagi peserta didik. Sebagai gantinya, pemerintah akan memberlakukan adanya kebijakan penilaian (assessment) kompetensi minimum dan survei karakter terhadap siswa.
Penjelasan tersebut disampaikan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas, Irawati saat kegiatan rapat evaluasi pelaksanaan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) 2019 di Gedung Gurinda, komplek Kantor Dinas Pendidikan, kemarin. Kegiatan ini diikuti para kepala SMP dan Korwilcam (Koordinator Wilayah Kecamatan) Dinas Pendidikan.
Informasi ditiadakannya UN tersebut ia peroleh saat mengikuti kegiatan Kemendikbud di Jakarta, baru-baru ini. Tidak hanya ujian nasional, Kemendikbud juga akan menghapus Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN).
Penghapusan UN maupun USBN ini akan diberlakukan mulai tahun 2021 mendatang. ”Ujian nasional yang akan diselenggarakan pada tahun 2020 nanti merupakan pelaksanaan ujian nasional yang terakhir. Sebab tahun 2021 sudah tidak ada lagi ujian nasional,” jelasnya.
Adapun arah kebijakan yang akan diterapkan Kemendikbud sebagai pengganti ujian nasional adalah dengan menerapkan penilaian (assessment) kompetensi peserta didik. Assesment ini akan dilakukan oleh pihak sekolah.
”Dengan adanya kebijakan itu, diharapkan para guru dan pihak sekolah bisa lebih merdeka dalam melakukan penilaian terhadap kemampuan anak didiknya,” terang dia.
Dengan ditiadakannya ujian nasional, lanjut dia, ke depan anggaran yang selama ini digunakan untuk pelaksanaan ujian nasional akan dialokasikan untuk meningkatkan kualitas para guru.
Lebih jauh dia mengatakan, selama ini keberadaan ujian nasional dinilai menjadi beban bagi para siswa, guru, dan orang tua siswa. Oleh karena itu, dengan dihapuskannya ujian nasional, diharapkan proses pembelajaran di sekolah menjadi lebih baik.
Selain itu, menurut Irawati, kalau kegiatan evaluasi pendidikan distandarkan secara nasional dalam bentuk ujian nasional, justru tidak adil bagi peserta didik yang tinggal di wilayah luar Jawa, khususnya yang tingkat pendidikannya belum maju.
”Kalau distandarkan secara nasional, nanti kasihan mereka yang di luar Jawa. Sebab di sana para pendidiknya banyak yang belum lulusan PGSD (Pendidikan Guru SD) maupun Fakultas Keguruan,” tandasnya.(H48-37)