PURWOKERTO – Mulai tahun ini, keberadaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) bakal diganti dengan ujian (assessmen). Ujian itu dilakukan atau diselenggarakan hanya oleh sekolah.
Bahkan ujian yang digunakan untuk menilai kompetensi siswa tersebut, bisa dilakukan dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian lain yang lebih komprehensif.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud, Ade Erlangga Masdiana dalam sebuah acara di salah satu rumah makan di Purwokerto, Minggu (2/2). Adapun bentuk penilaian lain tersebut dapat berupa portofolio dan penugasan-penugasan dari sekolah.
”Penugasan dari sekolah tersebut bisa berupa tugas kelompok, karya tulis dan lain sebagainya,” jelas dia.
Dengan adanya kebijakan ini, lanjut dia, diharapkan para guru dan sekolah lebih merdeka dalam menilai hasil belajar peserta didik.
Menurutnya, dengan adanya langkah tersebut, anggaran dana yang selama ini dialokasikan untuk kegiatan Ujian Sekolah Berstandar Nasional dapat dialihkan untuk kegiatan lain yang bermanfaat.
”Anggaran USBN misalnya dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah guna meningkatkan kualitas pembelajaran,” terangnya.
Dia menambahkan, sebenarnya Semangat Undang-undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) adalah memberikan keleluasaan bagi sekolah untuk menentukan kelulusan. Namun selama ini USBN justru membatasi penerapan hal ini.
Ujian Nasional
Selain itu, Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang berbasis kompetensi. Oleh karena itu, perlu assessmen yang lebih holistik untuk mengukur kompetensi peserta didik.
Selain USBN bakal diganti, pada tahun ini UN (Ujian Nasional) juga akan dilaksanakan untuk kali terakhir. Sebab tahun 2021, UN akan diubah menjadi Assessmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.
Kegiatan assessmen kompetensi minimum dan survei karakter tersebut tidak dilakukan pada kelas akhir, tetapi dilakukan pada siswa yang berada di tengah jenjang sekolah, misalnya kelas 4, 8, 11.
Dengan langkah ini, kata dia, setidaknya akan mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran dan tidak bisa digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya.
Dia menilai, selama ini materi UN yang diujikan juga terlalu padat, sehingga siswa dan guru cenderung menguji penguasaan konten dan bukan kompetensi penalaran.
”Di samping itu, selama ini UN menjadi beban bagi siswa, guru, dan orang tua. Sebab, menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu. Padahal UN seharusnya berfungsi untuk pemetaan mutu sistem pendidikan nasional, bukan penilaian siswa,” tambah dia.
Kemudian selama ini ujian nasional juga hanya menilai aspek kognitif dari hasil belajar, belum menyentuh karakter siswa secara menyeluruh.(H48-20)