BUKATEJA – Warga yang memiliki bangunan di sempadan sepanjang irigasi Banjarcahyana, Kecamatan Bukateja diberi tenggat waktu untuk membongkarnya hingga 30 September. Jika melewatinya, pemerintah akan membantu membongkarnya.
Hal itu mengemukan pada rapat koordinasi lanjutan pengembalian fungsi sempadan Irigasi Banjarcahyana oleh Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO) di Pendapa Kecamatan Bukateja, Rabu (18/9).
Penelaah OP BBWSSO Muhammad Rusdiansyah mengatakan, dari datanya ada 82 bangunan permanen di atas irigasi tersebut yang berada di enam desa. Masing-masing Desa Cipawon, Karanggedang, Karancengis, Kedungjati Penaruban dan Bukateja.
“Sebelumnya, kami sudah sosialisasi pada 8 Oktober 2018. Saat itu warga sepakat menandatangani pernyataan untuk membongkar dan pindah dari sempadan. Kami memberi kelonggaran selama setahun sampai 30 September 2019,” katanya.
Jelang habis waktu tenggat, pihaknya berkoordinasi dengan pemerintah setempat, penegak hukum dan perwakilan warga. Pihaknya akan membantu membongkar dan memindahkan puing-puing bangunan pada 2 Oktober mendatang.
“Jadi tidak ada istilah eksekusi pembongkaran. Karena mereka sebenarnya melanggar penggunaan tanah negara. Dan mereka sudah sepakat semua untuk membongkar sendiri,” katanya.
Penyidik BBWSSO Bambang Sumadyo mengatakan, penertiban bangunan di sempadan Irigasi Banjarcahyana untuk mengembalikan fungsi sempadan. Dari sejumlah daerah di Jawa Tengah, hanya tinggal wilayah Purbalingga dan Banjarnegara yang belum.
“Untuk Purbalingga ada 82 bangunan dengan rincian di hulu 16 di hilir 32 dan di bawah 34. Pada waktu 2018 ada sosialisasi, diberi waktu setahun. Terakhir besok 30 September. Nah, untuk pelaksanaan penertiban 2 Oktober dengan alat berat,” katanya.
Ketua Forum Rembuk Masyarakat Pengelolaan Sumber Daya Air Serayu Hilir, Eddy Wahono mengatakan, sempadan merupakan pelindung irigasi. Karena itu pembongkaran bangunan di sempadan bertujuan untuk menjaga kelestarian irigasi tersebut.
Menurut aturan, di lokasi sempadan tidak boleh dibangun permanen. Boleh dibangun hanya peruntukannya untuk kepentingan publik, seperti taman. Sesuai PP Nomor 38 tahun 2010, pemegang kewenangannya ada di BBWSSO. Jika ada masyarakat yang membandel, bisa dikenakan tindakan penyerobotan tanah negara. Hal itu diatur Perpu Nomor 51 tahun 1960.
“Karena itu, kami meminta kepada warga untuk menghormati langkah paseduluran BBWSSO tersebut. Jangan sampai ada langkah keras karena ada yang pakai ‘pokoke’,” katanya.
Sejumlah perwakilan dari desa mengatakan, warganya sudah memiliki kesadaran dan membongkar bangunan yang ada di sempadan irigasi. Namun ada oknum warga yang malah nekat membangun permanen beberapa waktu lalu. Karena itu mereka meminta agar BBWSSO tegas membongkar bangunan tersebut. Termasuk meminta agar menebang pohon besar di sempadan.
Hadir pula pada pertemuan itu dari Kodim 0702 Purbalingga, Forkimpincam Bukateja, perwakilan Balai Pusdataru Serayu Citanduy dan perwakilan warga dari lima desa. (H82-60)